Lihat ke Halaman Asli

Pembela "Teroris" Belum Tentu Teroris

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1388900740647525524

Menarik sebuah tulisan di kompasiana dengan judul ‘Lagu Lama’, SimpatisanTeroris Bicara HAM Saat Teroris Dibunuh, yang ditulis oleh seorang pembela Densus & BNPT secara membabi buta. Sebuah tulisan yang mencounter tulisan yang mengkritik Densus & BNPT tentunya.

Sebuah analisa yang terburu-buru dengan menyematkan pengkritiknya (baca: umat Islam) terhadap cara-cara pembrantasan teroris yang kurang bersahabat. Bagaimana tidak, cara yang dilakukan akan menimbulkan dampak psikologis dan traumatic yang mendalam terhadap keluarga terduga teroris. Yang terjadi justru pembalasan dendam pihak keluarga yang tidak menerima tindakan sewenang-wenang aparat. Atau apakah itu tujuan dibentuknya Densus, hanya untuk menjebak umat Islam untuk memusuhi kepolisian sehingga dicap sebagai teroris?

Bagaimana dengan gerakan bersenjata di Papua dan Maluku, mengapa mereka tidak dikatakan teroris? Apakah karena perbedaan agama ataukah karena ada kekuatan yang lebih besar yang dilawan?Sebuah pemandangan yang ironis memang ditengah mayoritas umat islam justru dia menjadi sebuah sasaran empuk untuk dibunuh.

Apakah kita menutup mata dengan rekaman viedo yang beredar perihal tindakan aparat kepolisian tersebut? Apakah kita mengesampingkan peranan Muhammadiyah dan NU yang memberikan sumbang yang besar bagi Indonesia dan kini mengkritik Densus untuk dibubarkan dianggap angin lalu? Apakah MUI dianggap tidak mewakili mayoritas umat Islam? Apakah Komnas HAM yang merupakan lembaga independen juga diragukan investigasinya?

Cukuplah kiranya disini SBY berani ‘menjewer’ Densus dan BNPT, karena bagaimanapun Kepolisian masih dibawah Presiden kedudukan, fungsi dan wewenangnya. Suatu hal yang mudah bagi SBY untuk menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan. Sudah terang benderang didepan mata, bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat terhadap terduga teroris. Hampir semua media mengatakan yang tertembak mati sebagai terduga teroris, namun hanya Ketua BNPT yang bersikukuh mengatakan yang tertembak adalah seorang teroris sesungguhnya tanpa adanya klarifikasi dan pembuktian bagi yang terbunuh.

Masih ingatkah kita ketika SBY dulu mengekstradisi Sidny John, wartawan asing yang terlalu banyak mengkritik pemerintah dan menuduh kelompok-kelompok Islam tertentu merupakan bagian daripada teroris? Banyak orang memuji keberanian SBY atas tindakannya saat itu, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa wartawan tersebut terlalu mengangkangi NKRI dalam pemberitaan dan wawancaranya. Tapi kurang lebih hitungan bulan ternyata wartawan tersebut dibolehkan lagi melenggak-lenggok di tanah air dan mulai lagi dengan provokasinya terhadap umat Islam dan pemerintah. SBY pun tidak beraksi atas komentar-komentarnya, ada apa ini? Takutkah SBY hanya dengan seorang wartawan? ataukah SBY takut dengan siapa dibelakangnya, sebagaimana diduga ia merupakan susupan intelejen asing? Sebuah pertanda memang Indonesia sedang memainkan skenario tertentu sulit terbantahkan.

Sekali lagi penulis bukannya membela teroris, tapi ingin menempatkan sesuatu secara professional dan proporsional. Sudah merupakan suatu kewajiban bahwa jika ada orang yang dirampas hak-haknya hanya karena pernah berekanalan dengan ‘teroris’ ataupun bertemu para ‘teroris’ yang ia tidak tahu latar belakangnya tiba-tiba di DOR Densus tanpa mendapat pembelaan adalah merupakan tindakan dictator pemerintah terhadap rakyatnya. Kami tidak ingin SBY mendapat perlakuan yang sama dengan pendahulunya sebelum terlambat.

Wallahua’lam.

______________




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline