Di istana megah Dwaraka, Kresna berdiri di balkon, memandang luas lautan yang memantulkan cahaya matahari pagi. Angin bertiup lembut, tetapi wajahnya penuh dengan renungan. Utusan dari Pandawa baru saja pergi, membawa pesan penting: perang besar melawan Kurawa di Kurukshetra tak terelakkan.
"Aku bisa mencegah ini, tetapi itu hanya akan menunda takdir," pikirnya. Sebagai penjelmaan Wisnu, tugasnya adalah menegakkan dharma, apa pun konsekuensinya.
Kresna berjalan ke aula utama, di mana saudara-saudaranya menunggu. Balram, kakaknya, mendekat dengan wajah serius.
"Kresna, kenapa kau tidak menolak? Perang hanya membawa kehancuran, bukan kedamaian," kata Balram.
Kresna tersenyum kecil. "Terkadang, untuk menegakkan keadilan, kita harus melalui kehancuran. Dharma bukan tentang menghindari konflik, tetapi tentang menyeimbangkan dunia."
Balram hanya menghela napas. Ia tahu, ketika Kresna sudah memutuskan, tak ada yang bisa mengubah pikirannya.
Pertemuan dengan Arjuna
Beberapa hari kemudian, Kresna tiba di perkemahan Pandawa. Arjuna, kesatria gagah yang menjadi andalan Pandawa, menyambutnya. Tetapi di balik matanya yang tajam, ada keraguan yang mendalam.
"Kresna, perang ini... apa benar ini jalan yang harus kami tempuh?" tanya Arjuna ketika mereka duduk di bawah pohon beringin.
"Kenapa kau ragu, Arjuna?" Kresna balik bertanya.