Lihat ke Halaman Asli

Hening (Cerpen Fiksi)

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia begitu senyap di kala malam tiba.Tak satupun jeritan tangis atau gelagak tawa terdengar.Aku hanya bisa membisu di keheningan malam ini.Malam yang selalu setia mengiringi langkahku untuk menyisir sisa memori masa lalu.Namun pada akhirnya aku selalu tak lepas dari sebuah misteri yang akan meneror setiap langkahku.Entah sudah berapa jarak yang aku tempuh untuk mencari sebuah kepastian.Kepastian akan hidupku yang masih mengambang antara asa dan harapan.Di depan mata,tembok-tembok rintangan selalu berdiri gagah menantang langkahku.Seolah mereka menginginkanku untuk merobohkannya.

“Sial…” Lirihku sinis.

“Mengapa,mengapa selalu ini yang terjadi…?”.Aku seolah gila.

“Tak adakah kesempatan bagiku…?”. Menyesalinya,membuatku semakin larut dalam kegelisahan yang membutakanku ketika akan melangkah kembali.

Langit baru saja meneteskan air mata.Mungkin sedih melihat sandiwara kehidupanku yang tak pernah mulus.Sepertinya sebuah peran protagonist sedang aku jalani.Akupun semakin terdiam menahan diri,meneteskan air mata membuatku semakin terlihat lemah.Tak mungkin,aku bukan seorang melankolis yang lemah dalam hal perasaan.Aku seorang climbers yang penuh perjuangan ketika masalah berusaha menyengsarakan hidupku.

“Aku punya Tuhan yang bisa membantuku menyelesaikan semua masalah.” Ucapku dalam hati,berusaha menenangkan diri dalam keresahan.

Langit masih terlihat muram oleh awan mendung,ku mendongakan wajah melalui jendela.Melihat kesenyapan malam yang mungkin sudah mati.Rerintik hujan masih mengiringi keheninganku.SenandungForgive me yang sedang dinyanyikan Bryan Adams dari balik mp3 menghanyutkanku pada perasaan mellow.

“Inikah yang dinamakan cinta…?”Bisiku lirih.

“Suka dan Duka adalah konsekuensinya?Miris.” Nadaku sengit.

Ketika sebuah harapan di korbankan untuk sebuah kata “cinta”,saat itu aku harus siap menanggung kekecewaan yang masih menjadi misteri pada realitas kehidupan ku.

“Mengapa orang terlalu mudah mengobral cinta?” Tanyaku dalam hati.

“Murahan,Citra diri? Atau sebuah permainan ilusi perasaan?,Sulit di jelaskan!” Aku semakin menjadi gila karena memikirkan tentang cinta cinta dan cinta.

”Huft…,Sial!”

Jika bukan karena cinta,mungkin hidupku akan bebas sejauh elang terbang mengepakan sayapnya.Namun jika tak ada cinta akan menjadikanku egois,tak peduli siapa kawan dan siapa lawan.Tapi karena cinta banyak orang yang buta mata.Terkadang cinta bisa membawaku pada kenikmatan tiada tara,jika salah memahami bisa membuatku sengsara tak berdaya.

Cinta lebih mirip siluman,yang bisa berubah sewaktu-waktu tanpa ku tahu.

“Kau tidak punya konsisten cinta,membingungkan!”.

Sudah hampir setengah malam aku hening dan terdiam,memikirkan sosok cinta yang bisa berubah seperti siluman.Setumpuk buku yang tersusun di atas meja tak bisa mengalahkan godaan akan bayang-bayang cinta.Ironisnya buku itu referensi tugas kampus yang harus kupelajari secepat mungkin.

Kursor pada layar personal computer ku masih berkedip-kedip menggodaku,untuk segera mengetik sesuatu.Aku masih terlalu sibuk memikirkan soal cinta yang entah datang dan pergi kemana.Bagiku sekarang tak ada yang lebih penting selain cinta,cinta yang pernah tumbuh dengan sebuah pengorbanan dan kesetiaan.Kini dewasa seolah menjadi musuh dalam selimut.

Cinta yang pernah dulu singgah pada seorang gadis yang ku kagumi,berbalik menusukku dari belakang.Sungguh senjata makan tuan.

Andai aku dulu tak pernah mencintaimu,mungkin takdirku akan berbeda.Terlalu bodoh menyalahkan takdir.Sesalku tiada guna,aku bukan orang yang lemah karena cinta.

Reinata sikapmu tak seindah nama yang kau miliki.Sebab itu cinta menjadi berubah berbalik menusukku.Dulu cinta itu ku pelihara dengan hati,seolah merpati putih yang begitu anggun dan menggoda mata.Tapi kau mengubahnya bagai singa yang bebas di hutan rimba.

“Kau,bulshit Rei…” Wajahku sinis,memandang fotomu.

Aku terlalu bodoh memikirkannya,belum tentu dia mengharapkan kehadiranku.Dia sudah memilih jalannya sendiri tanpa aku tahu.Pergi tanpa permisi,dia anggap aku memasung perasaanya.Mungkin dia takut akan penjara cintaku.Dia lebih memilih hidup bersama Jack,seorang pria blasteran prancis indo.Memang,dia lebih rupawan dariku,lebih tajir di banding denganku.

“Sebab itukah,Kau pergi meninggalkanku Rei?”

“Jika iya,ternyata kau materialistis.” Aku salah memilih cinta.

Jika karena fisik dan harta yang di nilai,mungkin pantas disebut materialistis .Aku adalah diriku,mengapa kau membandingkan aku dengan orang lain.Haruskah aku menjadi dirinya?belum tentu aku mampu melakukanya.Setiap orang mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.Tapi kau tak menyadari akan hal itu.Kau hanya terlalu berambisi pada kelebihan,tanpa melihat kelemahan kau akan mudah dikecewakan.Mungkin itu yang membuatmu lari dariku,aneh!.

Sementara anak jarum jam masih sibuk berputar tiada henti,enggan menyerah dan berhenti sebelum sampai persinggahannya.Tak bosan mengitari waktu yang mungkin tak berujung.Jiwa ini semakin pilu jika mengingat cinta dari seorang Reinata,yang dulu masih betah bersemayam dalam relung hati.Tapi karena dia juga,semua berubah,mulutnya mungkin tersimpan dusta.Kini aku sendiri yang merasakan akibat kedustaan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline