Lihat ke Halaman Asli

Dakwah Kultural Wali Songo

Diperbarui: 8 November 2024   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pergunu.or.id/serpihan-kisah-cara-dakwah-wali-songo/

Wali Songo populer dengan metode dakwah yang khas dalam mengenalkan dan menyebarkan ajaran Islam. Salah satunya melalui dakwah kultural, yaitu berupa praktek-praktek kesenian yang bisa dinikmati dan dekat dengan kehidupan masyarakat.

Wali Songo terdiri dari sembilan orang yang sangat dihormati. Selama berdakwah, mereka anti melakukan kekerasan apalagi pemaksaan pada warga yang belum mengenal Islam. Tiga orang diantaranya sangat kental memilih kesenian dan kebudayaan sebagai metode penyebaran Islam. Hasil karya mereka bahkan masih bisa dinikmati hingga kini. Siapa saja Wali Songo yang aktif berdakwah secara kultural?

Sunan Bonang

Sebagaimana Wali Songo lainnya, Sunan Bonang menyebarkan Islam melalui media seni dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik simpati rakyat. Warga berbondong-bondong ingin mendengarkan alunan tembang dari gamelan yang dimainkan Sunan Bonang. Ia menggubah sejumlah tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang dan tembang Tombo Ati yang masih sering dinyanyikan orang hingga saat ini. Akhirnya, banyak yang bersedia memeluk agama Islam tanpa paksaan.

Sunan Bonang merupakan salah satu ulama anggota Wali Songo, penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Nama aslinya Raden Makdum Ibrahim. Sunan Bonang berdakwah dengan memanfaatkan kesenian dan kebudayaan Jawa, seperti gamelan, wayang kulit, tembang suluk, dan karya sastra.

Konon, ia adalah penemu salah satu gamelan jenis bonang, alat musik ketuk berbentuk bundar dengan tonjolan di bagian tengahnya. Suara yang dihasilkan dari gamelan ini sangat merdu. Dari sinilah julukan Sunan Bonang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim. Ada satu lagi versi berbeda terkait penamaan Sunan Bonang. Selama menjadi imam Masjid Demak, ia tinggal di desa Bonang. Itulah kenapa ia dipanggil Sunan Bonang.

Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang membuat gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan akhirat.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah mengubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Sunan Bonang menambahkan ricikan untuk memperkaya pertunjukannya seperti kuda, gajah, harimau, garuda, kereta perang, dan rampogan, yaitu tradisi pertarungan antara manusia dengan harimau atau hewan lain yang berasal dari Jawa, mirip dengan permainan gladiator Romawi.

Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wujil yang dipengaruhi kitab Ash-Shiddiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di nusantara, karena isinya yang indah serta kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan beragama.

Sunan Kalijaga

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline