Lihat ke Halaman Asli

Suara Itu Kembali

Diperbarui: 29 September 2024   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/

Di tengah hingar-bingar dunia musik, Prisca melangkah dengan anggun. Suaranya yang merdu mampu memikat hati siapa pun yang mendengarnya. Namun, di balik kesuksesannya, ada satu hal yang menggerogoti: ketidakmampuannya untuk bersuara saat melihat kezaliman. Ia sering kali menyaksikan ketidakadilan, tetapi lidahnya seolah terikat oleh rasa takut.

Di belakang panggung, Prisca mendengar manajernya merendahkan seorang karyawan wanita karena penampilannya. Dia tahu itu salah dan ingin berbicara, tetapi perasaan khawatir akan dampaknya pada kariernya membuatnya tetap bungkam, hanya bisa berdiam diri dan merasa bersalah.

Ketika Prisca menghadiri sebuah acara sosial dan melihat sekelompok tunawisma di depan pintu, ia merasa tergerak untuk berbuat sesuatu. Namun, melihat banyak orang yang acuh tak acuh membuatnya merasa seolah suaranya tidak berarti, sehingga ia hanya berjalan pergi tanpa berkata apa-apa.

Suatu malam, saat Prisca mendengar teriakan dari rumah sebelah, di mana seorang wanita tampak berjuang melawan suaminya yang kasar, ia merasa panik. Meski ingin memanggil bantuan, ia merasa takut dan ragu, akhirnya hanya bisa berdoa dalam hati tanpa melakukan tindakan.

Hari itu, di sebuah panggung megah, Prisca bersiap untuk konsernya yang paling dinanti. Ribuan penonton hadir, semua menantikan suaranya yang luar biasa. Di belakang panggung, jantungnya berdebar kencang. Namun, saat lampu sorot menyala dan wajah-wajah penuh harap menanti, tiba-tiba suara Prisca lenyap. Ia terdiam, mulutnya terbuka, tetapi tidak ada nada yang keluar. Kejadian aneh ini membuatnya panik.

Setelah pertunjukan itu, ia pergi ke dokter. Semua tes menunjukkan hasil normal. "Kau sehat, Prisca," kata dokter dengan penuh kepastian. Namun, hati Prisca dipenuhi kebingungan. Kenapa suara ini tidak mau keluar saat yang paling penting?

Malam itu, saat ia berjalan pulang, Prisca menyaksikan sebuah insiden yang menghentikan langkahnya. Di sudut jalan, sekelompok orang berusaha membantu seorang pria tua yang disakiti oleh segerombolan pemuda. Rasa takut dan bingung menyelimuti dirinya. Tanpa berpikir panjang, ia mendekat dan berusaha berteriak. Namun, suaranya tetap hilang.

Saat itu, sesuatu dalam dirinya mulai berubah. Rasa marah dan ketidakadilan membakar semangatnya. Prisca merasa, di dalam lubuk hatinya, suara yang selama ini terpendam mulai bangkit. Dengan keberanian yang baru, ia mendekati kerumunan. Melihat wajah-wajah yang tertegun, Prisca mengumpulkan seluruh tenaganya.

"Hentikan!" teriaknya, dan keajaiban pun terjadi. Suaranya kembali, mengalir deras, lebih kuat dari sebelumnya. Semua orang menoleh ke arahnya, terpesona oleh keberaniannya.

Sejak malam itu, Prisca menyadari satu hal: suaranya tidak hanya miliknya. Suaranya adalah alat untuk menyuarakan kebenaran. Di panggung-panggung berikutnya, ia tidak lagi hanya bernyanyi. Setiap pertunjukan, ia menambahkan sebuah pesan tentang keadilan dan kesetaraan. Ketika ia berbicara tentang kezaliman, penontonnya tidak hanya mendengarkan, tetapi juga bergerak, terinspirasi untuk ikut berjuang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline