Ira dan Jaka adalah pasangan yang selalu terlihat harmonis. Namun, satu malam, perdebatan kecil berubah menjadi ribut besar. Emosi meledak, dan Ira, dalam kemarahan, memutuskan untuk pergi. Dia melangkah keluar rumah, naik bis dengan harapan menjauh dari segala yang menyakitkan.
Di dalam bis, ia merasa lelah. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang penuh kesedihan. Tak lama, rasa lelah menyelimutinya, dan ia pun tertidur.
Saat Ira terbangun, segalanya tampak berbeda. Di luar, pemandangan berkilauan dengan cahaya lembut yang tak biasa. Pepohonan tampak lebih hijau, dan bunga-bunga mekar dengan warna-warna cerah yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Namun, suasana di dalam bis itu terasa aneh. Para penumpang duduk diam, seperti terikat dalam keheningan yang misterius.
Di ujung bangku, sepasang kakek nenek duduk bersebelahan. Mereka tersenyum ramah, seolah tahu isi hati Ira yang sedang terluka. Dengan ragu, Ira mendekati mereka.
"Kenapa kalian tersenyum?" tanya Ira, suaranya bergetar.
"Kami hanya ingin membagikan sedikit kebahagiaan," kata kakek. "Setiap orang memiliki jalan masing-masing. Namun, ingatlah, kebahagiaan itu bisa ditemukan bahkan di tengah kesedihan."
Ira mengangguk, merasakan kehangatan dari kata-kata mereka. "Tapi, saya merasa sudah melakukan kesalahan besar. Saya pergi dari rumah, dari suami saya..."
Nenek mengulurkan tangan, menggenggam erat tangan Ira. "Setiap hubungan pasti ada pasang surutnya. Terkadang, kita perlu menjauh sejenak untuk memahami apa yang sebenarnya kita inginkan."
Mereka berbincang panjang, Ira menceritakan keraguannya, ketakutannya, dan semua yang membuatnya pergi. Kakek nenek itu mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi nasihat yang membuat hati Ira tenang. Dia merasakan semacam kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Setelah beberapa saat, bis berhenti. Kakek nenek dan penumpang lainnya berdiri untuk turun. "Ingat, nak," kakek berkata sambil tersenyum, "cinta butuh usaha. Jangan biarkan jarak membuatmu semakin jauh."