Lihat ke Halaman Asli

Sayap Peri

Diperbarui: 23 September 2024   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com/freepik

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi pepohonan rimbun, tinggal seorang gadis cilik bernama Prilly. Hari ulang tahunnya yang kesepuluh adalah hari yang paling dinantinya. Ia tidak sabar menunggu kejutan dari neneknya yang ia sapa Oma, yang selalu berhasil membuatnya merasa istimewa. Pagi itu, saat Prilly membuka hadiah dari Oma, matanya berbinar-binar melihat sepasang sayap peri yang berkilauan.

"Ini sayap peri, Prilly! Jika kau memakainya, kau bisa terbang," kata Oma sambil tersenyum lebar, matanya memancar penuh kasih sayang.

Prilly tidak bisa menahan kegembiraannya. Setelah mengenakan sayap tersebut, Oma menggendongnya dan mulai bergerak seolah mereka sedang terbang. Prilly tertawa bahagia, merasakan angin di wajahnya. Rasanya dunia ini milik mereka berdua, penuh keajaiban.

Namun, keajaiban itu tak bertahan lama. Seminggu kemudian, Prilly terbangun dengan kabar yang merobek hatinya. Oma telah meninggalkan dunia ini, pergi ke tempat yang paling indah. "Jangan nangis lagi, sayang. Oma sudah tenang di surga," ucap ibunya dengan suara lembut, berusaha menenangkan putrinya.

Prilly menatap sayap perinya, merasakan kesedihan yang mendalam. "Aku akan menyusul Oma," gumamnya pelan. Ibunya, berusaha memberikan pengertian, berkata bahwa itu tidak mungkin. "Sayap peri itu hanya mainan, Nak."

Namun, di dalam hati kecil Prilly, sayap itu adalah simbol harapan. Ia percaya, suatu saat, ia akan terbang dan menyusul Oma ke surga.

Hari-hari berlalu, dan Prilly terus mengenakan sayap peri itu. Suatu malam, saat bulan bersinar terang dan bintang-bintang berkelap-kelip di langit, Prilly merasa panggilan dari dalam hatinya. Ia pergi ke balkon, mengenakan sayap perinya, dan berdiri di tepi.

"Aku akan terbang," ujarnya dengan penuh keyakinan. Ia membayangkan wajah Oma yang ceria, seolah neneknya sedang menunggu di sana. Tak ada rasa takut yang menghalangi, hanya keyakinan bahwa ia bisa menyusul Oma.

Ibunya, yang melihat Prilly berdiri di bibir balkon, langsung panik. "Prilly! Turun! Jangan dekat-dekat tepi itu!" teriaknya, suaranya penuh kekhawatiran. Namun Prilly tidak mendengarkan. Dengan senyum lebar, ia melompat.

"Prilly, jangan!" jeritan ibunya terhenti di tenggorokan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline