Lihat ke Halaman Asli

Dikejar Malaikat Maut

Diperbarui: 18 September 2024   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/free-ai-image/portrait-man-visiting-luxurious-city-dubai

Galih, seorang bos mafia yang ditakuti di seluruh penjuru kota, duduk di kursi besar di kantornya. Kepalanya yang dipenuhi pikiran gelap terasa berat sejak vonis dokter menghantamnya: "Anda hanya punya waktu sebulan lagi." Waktu terasa semakin sempit. Galih tak pernah membayangkan, dari sekian banyak musuh yang ia miliki, yang paling ditakutinya justru datang dari langit: malaikat maut.

Sejak kabar itu disampaikan, hidup Galih berubah menjadi pelarian. Ia mencoba bersembunyi di vila mewah di pegunungan, jauh dari hiruk-pikuk kota. Tapi setiap malam, ia selalu merasa ada yang mengawasinya. Suara-suara aneh bergema di dalam kepala, membuatnya tak bisa tidur. Ia pindah lagi ke tempat lain, sebuah rumah terpencil di tepi laut, namun ketakutan itu tak kunjung hilang. Ia terus merasa dikejar.

Galih berpikir, mungkin tempat yang lebih aman bisa memberinya ketenangan. Maka ia memerintahkan anak buahnya menggali bungker bawah tanah, lengkap dengan sistem keamanan canggih yang bahkan bisa menahan bom. Tapi, seberapa dalam pun ia bersembunyi, bayangan malaikat itu selalu menempelnya erat. Nafasnya semakin berat, keringat dingin membasahi tubuhnya setiap malam, seperti ada suara lembut yang berbisik, "Waktumu hampir habis, Galih."

Suatu malam, Galih tak sanggup lagi. Ia kabur dari bungker itu, melarikan diri dengan langkah tertatih-tatih ke luar kota. Ia berlari tanpa arah, hanya berharap bisa lolos dari pengejaran yang tak terlihat. Hingga akhirnya, tubuhnya terhuyung dan terjatuh di depan sebuah bangunan kecil di tengah hamparan sawah.

Surau kecil itu tampak sederhana, terpencil, hampir terlupakan oleh dunia. Di depan pintu surau, seorang pria tua berpakain putih-putih menghampiri Galih yang tergolek tak berdaya. Pria itu terlihat seperti ustaz, wajahnya teduh, penuh kebijaksanaan. Tanpa bertanya, pria itu menolong Galih berdiri dan mempersilahkannya duduk di undakan depan surau.

Galih memandang pria itu dengan napas terengah-engah. "Ada yang mengejar saya," ucapnya dengan suara serak.

"Siapa yang mengejarmu?" tanya pria itu tenang.

"Malaikat maut!" jawab Galih dengan ketakutan yang terpancar jelas di matanya. "Dia selalu tahu tempat persembunyianku. Aku lari... terus lari, tapi aku tahu dia semakin dekat!"

Pria itu menatap Galih dengan senyum tipis. "Yang mengejarmu bukan malaikat maut," katanya lembut. "Yang mengejarmu adalah dosa-dosamu," jawab pria itu dengan tenang. "Kamu harus bertobat."

Galih terdiam. Tubuhnya gemetar mendengar kata-kata itu. Benarkah semua dosa-dosa yang ia kumpulkan sepanjang hidupnya kini menagih balasan? Benarkah bukan malaikat maut yang mengintainya, melainkan luka-luka yang ia torehkan pada dunia? Kepalanya mulai pusing, tubuhnya terasa semakin berat, hingga akhirnya ia pingsan di tempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline