Lihat ke Halaman Asli

Rencana Gelap

Diperbarui: 18 September 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/free-ai-image/portrait-person-with-different-personalities

Indra tidak bisa lagi menahan dendam dan rasa iri yang sudah terlalu lama menggerogoti hatinya. Jefri, sahabatnya sejak kecil, selalu menjadi bintang. Di sekolah, di kampus, dan kini di tempat kerja, Jefri selalu ada di puncak. Sedangkan Indra, meski tak kalah cerdas, selalu tertinggal. Setiap kali melihat Jefri mendapat pujian, jabatan, dan kekayaan, Indra hanya bisa merasakan amarah yang terus membakar.

Selama bertahun-tahun, Indra menahan diri. Tapi semuanya berubah ketika Jefri menjadi CEO perusahaan, menggantikan bos lama mereka. Indra yang bekerja keras siang dan malam, menyelesaikan semua proyek dengan sempurna, tetap tak pernah mendapat pengakuan yang sama. Sementara Jefri, dengan senyum santainya, terus melaju tanpa hambatan.

Iri berubah menjadi benci. Dan benci menjadi rencana gelap. Indra tahu bahwa satu-satunya cara untuk benar-benar menang adalah menghilangkan Jefri dari hidupnya---secara harfiah. Rencana itu direncanakan dengan teliti. Ia mempelajari gerak-gerik Jefri, mencari momen yang tepat untuk melaksanakan niatnya. Hingga akhirnya, malam itu tiba. Di tengah kegelapan malam, Indra menyelinap ke rumah Jefri dengan pisau di tangan.

Dengan satu tusukan dingin dan cepat, Indra menyelesaikan dendamnya. Tubuh Jefri terjatuh, darah menggenang di lantai. Indra berdiri di sana, menatap apa yang baru saja dilakukannya. Tapi alih-alih merasa puas, ada sesuatu yang janggal. Hatinya gelisah. Rasa kemenangan yang ia harapkan tidak pernah datang.

Beberapa hari kemudian, Indra mendengar kabar tentang Jefri yang ditemukan tewas. Namun anehnya, tidak ada tanda-tanda pembunuhan. Kematian Jefri dinyatakan sebagai bunuh diri. Indra bingung. Bagaimana mungkin? Dia tahu betul dialah yang membunuh Jefri.

Kebingungan itu terus menghantui pikirannya hingga hari ini, ketika ia akhirnya memberanikan diri untuk datang ke kamar jenazah. Ia ingin memastikan sendiri bahwa Jefri benar-benar mati di tangannya. Dengan gemetar, Indra memasuki ruangan yang dingin dan sunyi. Di dalam, hanya ada satu jenazah yang terbaring kaku di atas meja baja.

"Nama?" tanya petugas kamar jenazah.

"Jefri," jawab Indra cepat.

Petugas itu memeriksa daftar di tangannya, lalu menggeleng. "Tidak ada jenazah bernama Jefri di sini. Yang ada hanya... Indra."

Indra merasa jantungnya berhenti berdetak. Petugas lalu menuntunnya ke meja tempat jenazah itu terbaring. Ketika kain penutup diangkat, Indra melihat wajah yang membeku dalam kematian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline