Lihat ke Halaman Asli

Kabut Misteri

Diperbarui: 12 September 2024   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/premium-ai-image/woman-black-dress-stands-front-flowers

Tetes terakhir embun jatuh di ujung daun, menggantung membentuk kristal, sementara seberkas cahaya matahari pertama menyorot dari balik pepohonan, memberikan kehangatan di sejuknya pagi. Hujan deras semalam membuat desa semakin dingin. Windy memeluk tubuhnya sambil memandang hutan. Ayahnya berkata, hutan sudah jarang dilewati orang karena terjadi banyak peristiwa aneh, seperti hadirnya kabut misterius. Para warga seringkali melihat yang tidak-tidak dan dibuat tersesat olehnya. Windy tak percaya. Empat tahun yang lalu, sebelum Windy pindah dari sini untuk kuliah di ibukota, ia tak pernah mendapati adanya kabut misterius yang berbahaya itu. Bahkan, ia suka bermain di hutan bersama sahabatnya, Adiba.

"Adiba pasti bangga padamu," tiba-tiba Ayah bicara. "Ayah ingat kalian suka jalan-jalan ke sana sebelum dia tiada," katanya sambil menunjuk hutan di hadapan mereka. Lalu Ayah masuk ke rumah.

Windy tak ingin ke sana lagi. Dia merasa sedih setiap mengingat hutan beserta kenangan di dalamnya. Tiba-tiba ia melihat seseorang berlari ke arahnya. Itu ibunya Adiba.

"Kamu lihat Fitri?" tanyanya. Fitri adalah adik Adiba yang sebentar lagi lulus SMA.

Windy menggeleng. "Tidak. Memangnya kenapa, Tante?"

"Dia belum pulang ke rumah sejak semalam. Terakhir kali dia terlihat di hutan."

Windy tidak mau percaya kabut itulah yang menyesatkan Fitri. Meskipun Windy sangat tidak mau ke hutan lagi, dia tidak bisa melupakan wajah memohon ibunya Adiba. Siangnya, Windy memutuskan untuk mencari Fitri di hutan.

Hutan terlihat hampir sama seperti terakhir kali dia mengingatnya. Angin membawa udara sejuk, daun yang bergesekan menghasilkan lagu yang indah, daun kering di kaki terkadang menusuk. Namun, perlahan-lahan Windy mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Udara terasa lebih berat. Di kejauhan, di antara pepohonan hutan yang menjulang, kabut mulai menggantung rendah, menyelimuti sekeliling dengan lapisan tebal yang perlahan merayap mendekat. Kabut itu tidak seperti kabut pagi yang biasa. Kabut ini terasa hidup, seolah memiliki pikiran dan jiwa sendiri.

Jantung Windy berdegup lebih cepat. Windy memutuskan untuk kembali. Namun, saat Windy mengira akan sampai, ia kembali ke tempat itu. Kemudian, Windy melihatnya. Alih-alih seperti mayat, dia terlihat lebih hidup daripada manusia, seolah kabut ini mengembalikan rohnya. Adiba berjalan mendekat.

Dengan suara tegas, Adiba berkata, "Kenapa kau melakukannya?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline