Lihat ke Halaman Asli

Mata yang Berbeda

Diperbarui: 9 September 2024   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com/freepik

Rangga adalah seorang pengusaha sukses, berdiri di puncak kariernya. Namanya sering terpampang di majalah-majalah bisnis. Ia membangun kerajaannya dari bawah, namun semakin tinggi ia mendaki, semakin dalam ia terperosok dalam kesombongan. Baginya, dunia ini milik mereka yang bekerja keras. Orang-orang yang tertinggal, yang miskin dan sengsara, hanyalah mereka yang malas dan tak pantas mendapat belas kasihan.

Suatu malam, Rangga pulang dari sebuah acara mewah di hotel bintang lima. Langit malam gelap, namun pikirannya terisi oleh kilau kemewahan dan pujian. Ia merasa tak terkalahkan, namun di dalam gemerlap itu, sesuatu yang tak biasa terjadi. Mobil mewahnya berhenti mendadak, mesinnya mati di tengah jalan yang sepi. Rangga keluar, mengumpat keras.

Tak ada taksi, tak ada bantuan. Sambil menggerutu, ia berjalan ke arah sebuah gang kecil. Di sana, lampu-lampu remang menerangi jalanan yang kumuh. Bau amis menyengat hidungnya, namun sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba, tubuhnya terasa ringan, pandangannya berputar. Kakinya tersandung, dan ia jatuh.

Ketika Rangga bangun, ia merasakan dingin menggigit tulang. Tubuhnya terasa berbeda---ringkih dan lemah. Pakaian mewahnya berganti menjadi baju lusuh, dan ketika ia melihat bayangan dirinya di genangan air, ia hampir tak mengenali wajahnya. Kulitnya keriput, matanya sayu, rambutnya tipis. Ia bukan lagi Rangga yang kaya raya, melainkan seorang tua papa yang hidup di jalanan!

Panik, Rangga berdiri dan berusaha memahami apa yang terjadi. Ia meraba sakunya, tak ada dompet, tak ada telepon. Di sekitarnya, para tunawisma duduk di atas kardus, menghangatkan diri dengan api kecil dari kaleng bekas. Ia mendekati mereka dengan langkah ragu. "Maaf... ada yang tahu di mana saya?" suaranya bergetar, lebih lemah dari biasanya.

Salah satu pria tua mengangkat kepalanya. "Kau di tempat yang sama dengan kami. Tak perlu khawatir, malam ini dingin, tapi besok mungkin akan lebih baik."

Rangga terdiam. Ia berusaha memprotes, mengatakan bahwa dirinya adalah pengusaha sukses, bahwa ini pasti salah paham. Namun tak ada yang mendengarkannya. Tak ada yang peduli. Mereka hanya menganggapnya sebagai satu lagi jiwa yang tersesat dalam kerasnya dunia.

Hari-hari berikutnya adalah siksaan. Rangga, yang terbiasa hidup dalam kemewahan, kini merasakan lapar yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Setiap hari ia harus berebut sisa makanan di tempat sampah, atau mengemis recehan dari orang-orang yang dulu ia pandang rendah.

Dalam kebingungannya, ia bertemu dengan seorang wanita tua. Wajahnya keriput, namun senyumnya lembut. Ia menawarkan sepotong roti yang ia dapat dari tempat sampah. "Kau terlihat baru di sini," kata wanita itu.

Rangga menatapnya dengan heran. Bagaimana mungkin wanita ini, yang hidup di tengah kerasnya jalanan, masih mampu tersenyum? Ia menerima roti itu, dan untuk pertama kalinya, ia merasa ada kehangatan di tengah dinginnya dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline