Wajah Susan masih membayang di pelupuk mata Reno, seakan tak ingin pergi. Seperti sebuah ukiran tak kasat mata yang tak pernah pudar dari ingatan. Reno menggenggam kuat kenangan itu, mencoba meraih bayangannya meski ia tahu, kenyataan tak lagi memihak. Susan, perempuan yang ia cintai sepenuh hati, kini hanya menyisakan jejak bayangan yang berkelebat di antara kenangan masa lalu.
Hari itu, hari yang seharusnya menjadi langkah awal mereka menuju masa depan, berubah menjadi mimpi buruk yang tak ingin diingat. Sebuah mobil melaju kencang tanpa ampun, memecah udara pagi yang tenang. Dan di depan matanya sendiri, tubuh Susan terlempar ke aspal tanpa sempat berkata apa-apa. Tak ada yang bisa dilakukan Reno selain berdiri beku. Suaranya tercekik di tenggorokan, tangannya gemetar, dan dunianya runtuh seketika.
Sudah berhari-hari Reno mencoba melarikan diri dari bayangan itu. Tapi ke mana pun ia pergi, wajah Susan selalu hadir, seolah memanggilnya kembali ke titik awal yang memerihkan. Matanya memejam, tapi di balik kelopak matanya, wajah Susan masih ada di sana---tersenyum, memanggil namanya, menggoda seperti yang biasa ia lakukan.
Tak ada pilihan lain. Reno memutuskan untuk pergi. Ia membeli tiket pesawat ke luar negeri, mencoba menghindar dari segala kenangan. Namun di bandara, di tengah lautan manusia yang lalu-lalang, sosok itu muncul lagi. Wajah yang sangat ia kenal. Susan.
Namun kali ini, bukan ilusi. Gadis itu berdiri tegap di depan Reno, memandangnya tanpa berkedip, seolah menyelami pikirannya. Reno tertegun, jantungnya berdentum kencang, dan kakinya terasa seperti terbelenggu akar yang tak tampak. "Susan?" gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada gadis itu.
Gadis tersebut mengerutkan dahi, bingung. "Maaf, sepertinya Anda salah orang. Saya bukan Susan. Nama saya Susi."
Susi? Reno terdiam, mendengar suara itu, begitu serupa dengan suara Susan. Bahkan caranya tersenyum, caranya menatap, begitu mirip. Namun ada yang berbeda. Gadis ini... memiliki mata yang lebih tenang, seperti sebuah danau yang dalam dan tak tergoyahkan oleh angin.
"M-maaf," Reno terbata, "kau terlihat sangat mirip dengan... seseorang yang kukenal."
Susi tersenyum kecil. "Aku sering mendengar itu." Ia lalu memperkenalkan dirinya. "Aku Susi."
Hari-hari berikutnya, Reno dan Susi semakin akrab. Mereka mulai menghabiskan waktu bersama, dan entah bagaimana, Reno merasakan ketenangan yang lama ia cari. Namun setiap kali melihat wajah Susi, bayangan Susan masih terus membayang di sudut-sudut benaknya. Wajah yang sama, tapi berbeda. Kehadiran yang serupa, tapi asing.