Lihat ke Halaman Asli

Di Sebuah Toko Mainan

Diperbarui: 6 September 2024   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com/premium-ai-image/

Di sudut kota yang sering terabaikan, tersembunyi di balik gang-gang sempit yang jarang dilewati orang dewasa, berdiri sebuah toko kecil. Tak ada papan nama yang mencolok, tak ada lampu yang terang benderang. 

Namun, toko itu selalu ditemukan oleh mereka yang paling membutuhkannya---anak-anak yang kehilangan semangat, anak-anak yang hatinya dipenuhi kesedihan dan harapan yang hampir pupus.

Faris adalah salah satunya. Bocah berusia sepuluh tahun itu baru saja mengalami hari terburuk dalam hidupnya. Teman-temannya di sekolah mulai menjauh, meninggalkannya sendirian di pojok kelas. 

Ibunya, yang sibuk bekerja siang malam, jarang pulang tepat waktu untuk menemaninya bermain. Ayahnya? Sudah lama ia tak mendengar kabar tentang ayahnya. Faris merasa dunia mengecil dan kelabu, seakan tak ada lagi alasan untuk tersenyum.

Suatu sore, dalam perjalanan pulang dari sekolah dengan langkah gontai, Faris melihat sesuatu yang aneh. Di antara deretan bangunan tua yang biasa ia lewati, ada sebuah toko yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Etalasenya dipenuhi dengan mainan-mainan yang tak biasa---boneka-boneka dengan ekspresi hangat, kereta kayu yang berkilauan dalam cahaya lembut, dan baling-baling berwarna-warni yang tampak hidup saat terkena hembusan angin.

Rasa ingin tahu membawanya mendekat. Dengan hati-hati, Faris membuka pintu kayu tua itu, dan lonceng kecil pun berdenting. Di dalam, aroma kayu yang khas bercampur dengan bau debu yang menenangkan. Rak-rak kayu tua dipenuhi dengan mainan dari segala jenis---semuanya tampak antik, namun penuh pesona. Toko itu terasa hangat, seolah-olah ia baru saja melangkah ke dunia lain.

"Selamat datang," sebuah suara lembut menyapanya.

Faris menoleh dan melihat seorang pria tua berdiri di belakang meja kasir. Rambutnya memutih, matanya penuh kebijaksanaan, dan senyumnya ramah. Pria itu tampak seperti bagian dari toko, seolah-olah ia telah berada di sana selamanya.

"Aku... aku tidak pernah melihat toko ini sebelumnya," gumam Faris, masih merasa heran.

Pria tua itu tersenyum. "Toko ini hanya terlihat oleh mereka yang membutuhkannya. Kau kehilangan sesuatu, bukan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline