Lihat ke Halaman Asli

#2: Dongeng untuk Jokowi

Diperbarui: 23 Januari 2016   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah Jokowi membaca tulisan rakyatnya? Sebab di dunia yang pernah aku kenal dan singgahi, yang namanya Presiden, seringkali jauh lebih tahayul keberadaannya… bahkan jika dibandingkan dengan dongeng tentang Hantu Blao sekalipun…”

***

Cerita sebelumnya:

Hari ini Indonesia mendapat penghargaan dari dunia internasional sebagai negara tercepat yang mampu keluar dari krisis ekonominya. Hari ini bayi-bayi yang lahir, tidak lagi menyandang hutang. Hari ini semuanya telah kembali membaik. Walau sampai hari ini pendidikan masih saja mahal.

Tapi apakah artinya mahal ketika rakyat telah mampu untuk berkata “Ah, tidak apa-apa…”, seperti bunyi salah satu iklan rokok kretek, dengan tetap tersenyum. Dan senyum mereka tak pernah lagi hendak usai ketika setiap minggu yang mereka lalui, dipenuhi dengan rupiah serta dolar yang mereka peroleh dari bagi hasil.

Ya. Siapa bilang hidup tak indah?

Sementara aku?

Aku tetap seorang manusia biasa. Bahkan kuliahkupun tak pernah selesai. Tapi aku tak pernah jadi petani atau pelaut. Bukan karena dua pekerjaan itu begitu remeh. Hanya saja, aku… lebih tertarik untuk menyempurnakan ‘Mesin Peradaban’ yang tengah kubuat. Sebuah mesin yang -kuharap- mampu untuk membuat manusia… menjadi lebih manusia! Dan bukannya menjelma serigala atau mesin.

Yap, kebetulan aku dipercaya untuk mengelola sebuah ‘Rumah Ilmu’ yang sederhana, yang hanya memiliki beberapa puluh laboratorium, dengan fasilitas komputer yang hanya beberapa juta unit. Dan saat ini, usiaku belum lagi genap dua puluh satu.  

“Heh! Gembel! Pergi kau dari tokoku…!!!” tahu-tahu di hadapanku telah berdiri seorang pria tambun. Wajahnya galak, melotot kearahku. Sementara di perempatan jalan di depanku, kulihat bocah-bocah kumal berlarian menjajakan koran. Beritanya terorisme. Yang lainnya mengelap-ngelap kaca mobil, atau bertepuk tangan sambil mendendangkan ‘Tanah Air Mata’.

Rupanya aku melamun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline