Lihat ke Halaman Asli

Jika Beristri Lebih dari Satu, Jangan Menyakiti Istri Terdahulu dan Jangan Mendustai Istri yang Baru

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13553802681294193512

[caption id="attachment_229290" align="alignnone" width="300" caption="ilustrasi foto/https://www.facebook.com/pages/Cintai-keluarga-dan-sahabat-kita-seperti-mencintai-kita-sendiri/137468883072516"][/caption] [1] Dalam halnya suatu pernikahan. Kalau hanya menuruti perasaan. Niscaya banyak terjadi perceraian. Dengan berbagai macam alasan. [2] Dalam banyak kasus perceraian. Begitu beragam pangkal persoalan. Dari karena adanya perselingkuhan. Hingga terjadinya tindak kekerasan. [3] Kalau hanya menuruti perasaan. Bisa jadi dalam satu pernikahan. Misalnya karena tersinggung perkataan. Langsung menempuh jalan perceraian. [4] Dalam membina suatu ikatan. Kalau hanya menuruti perasaan. Niscaya susah menerima kenyataan. Apalagi pasangan banyak kekurangan. [5] Kalau hanya menuruti perasaan. Walau cuma dengan satu ejekan. Rumah tangga bisa berantakan. Hingga menuju pintu perceraian. [6] Rumah tangga yang di idam-idamkan. Adalah terciptanya saling pengertian. Saling menghormati dan memuliakan. Bukan hanya menuruti perasaan. [7] Di sinilah agama punya peranan. Menuntun kita berakhlak budiman. Hingga beretika mengambil tindakan. Termasuk dalam masalah pernikahan. [8] Seorang istri adalah ujian. Bagi suami sebagai pasangan. Dalam membina suatu hubungan. Demi menggapai keridhaan Tuhan. [9] Bagi suami punya kewajiban. Menggauli istri baik dan sopan. Membayar mahar waktu pernikahan. Memberi nafkah sandang dan pangan. [10] Jika beristri lebih dari satu. Berlaku adil syarat yang perlu. Tidak menyakiti istri terdahulu. Dan tidak mendustai istri yang baru. [11] Kalau istri pertama rela dan setuju. Memberi izin tuk memilih yang baru. Laksanakan nikah di depan Penghulu. Agar disaksikan undangan dan tamu. (bukan nikah siri) [12] Tetapi kalau ingin lebih terpelihara. Dari kemungkinan salah dan aniaya. Maka (nikahilah) hanya seorang saja. Demikian itu lebih sehat dan bijaksana. [13] Jika istri berbuat kedurhakaan. Dalam hal ketaatan kepada Tuhan. Dianjurkan memberi nasihat kebaikan. Dengan upaya penuh kesabaran. [14] Kalaupun istri masih melakukan. Pisah kamar sebagai lanjutan. Kalaupun terpaksa dengan pukulan. Lakukan secara tidak menyakitkan. [15] Sebagai seorang kepala keluarga. Dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. Terlebih lagi sampai menghina. Secara fisik atau pun pribadinya. [16] Suami hendaknya bersabar dan bijaksana. Dalam menghadapi sikap buruk istrinya. Sebab kita tiada bisa menduga. Dibalik itu banyak kebaikan lainnya. [17] Suami wajib menggauli istrinya. Dengan cara yang baik dan takwa. Penuh kasih sayang dan rasa cinta. Tidak kasar, zhalim dan mencela. [18] Tidak boleh membuka aib istri. Terlebih membesarkan secara keji. Gembar-gembor ke sana ke mari. Sampai tersebar ke luar negeri. [19] Ya Allah anugrahkanlah hamba-Mu ini. Dari isteri-isteri dan keturunan kami. Sebagai penyenang dan penyejuk hati. Dalam setiap ibadah dan hitungan hari.

[20] Dan jadikanlah kami dalam keluarga. Ataupun dalam pandangan sesama. Sebagai imam yang adil dan bijaksana. Bagi orang-orang yang bertakwa.

Wallahua'lam

Salam Penuh Persaudaraan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline