Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim untuk tidak lagi mewajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S-1/D4 telah menjadi perhatian utama di dunia pendidikan.
Meskipun keputusan ini menuai berbagai reaksi dan perdebatan, ada peluang untuk melihat sisi positif dan menawarkan solusi yang konstruktif terhadap permasalahan ini.
Sisi Positif Penghapusan Kewajiban Skripsi bagi Mahasiswa
Kebijakan yang menghapuskan kewajiban membuat skripsi sebagai persyaratan kelulusan memiliki beberapa sisi positif.
Pertama, pendekatan ini dapat mengurangi beban akademik dan stres yang sering kali dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi. Ini dapat memberikan ruang lebih untuk fokus pada pembelajaran dan eksplorasi dalam mata pelajaran yang lebih luas.
Kedua, langkah ini dapat memungkinkan mahasiswa untuk lebih terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, magang, atau proyek praktis yang mendukung pengembangan keterampilan kerja nyata.
Namun, perlu diakui bahwa menghapuskan skripsi juga menimbulkan keprihatinan terkait bagaimana penilaian kompetensi mahasiswa sebagai pertanda kelulusan akan diukur.
Lalu Apa yang Bisa Menjadi Alternatif Pengganti Tugas Skripsi Agar Kualitas Sarjana Tetap Baik?
Proyek Alternatif atau Tugas Terintegrasi: Sebagai alternatif dari skripsi, mahasiswa dapat diminta untuk menyelesaikan proyek atau tugas akhir yang lebih terintegrasi dengan keahlian dan minat mereka. Tugas ini harus dirancang untuk menguji kompetensi mahasiswa dan kemampuan mereka dalam menerapkan pengetahuan di dunia nyata.
Ujian Komprehensif: Mahasiswa bisa diuji melalui ujian komprehensif yang mencakup berbagai aspek dari program studi mereka. Ujian ini bisa mencakup pertanyaan teoritis, studi kasus, dan simulasi situasi nyata untuk mengukur pemahaman dan keterampilan mereka.