Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Jamiul Amil

Dosen, peneliti, penulis

Cyber Sastra: Identitas, Budaya Populer, Trend Kepenulisan dan Pembaca

Diperbarui: 14 Februari 2024   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan kepenulisan di Indonesia khususnya sastra dalam hal ini cerpen dan novel masih mempunyai ruang yang istimewa. Terlebih sekmentasinya adalah generasi milenial dan generasi z. Tentunya kepenulisan ini juga bisa kita lihat dari perkembangan media tulis yang memang awalnya menyesuaikan dengan kemudahan dan alat untuk menjadi mediumnya. Bisa kita kembali ke masa lalu bahwa kepenulisan modern diawali dari medium lontar kemudian kertas dicetak dengan sangat tradisional, dan printer. Kelihatannya lambat laun medium cetak akan semakin tergerus dengan arus digital yang semakin masif.

Perkembangan ini juga mempengaruhi penulis-penulis baru dalam menuangkan idenya khususnya dalam bidang kreatif sastra. Mereka menuangkan ide dan gagasannya melalui media cyber atau yang lebih dikenal dengan sastra cyber. Kenyataan ini bisa kita lihat dari platform dan media sosial begitu gampangnya seseorang menulis sebuah gagasan dalam bentuk naratif. kekuatan bahasa mampu memberikan ruang kepada penulis untuk mengutarak ide melalui cyber sastra ini.

Namun, menjadi ironis ketika kepenulisan ini tidak mengandungi identitas bangsa yang seterusnya dikonsumsi pembaca generasi muda akan dikhawatirkan hilangnya keperibadian luhur. Perkara ini bisa kita lihat contoh kasus beberapa sastra cyber trend nya adalah mengungkapkan cerita yang berasaskan kepada aktifitas remaja yang bersinggungan dengan pencarian identitas dalam masalah percintaan, pergaulan sosial, cara menyelesaikan masalah dan pengalaman pribadi yang memang terkadang tidak sesuai dengan identitas dan pendidikan karakter. 

Lebih ironis lagi media-media ini tidak ada sensor atau kurator kepenulisan karena kebebasan sastra cyber. Walaupun memang penting belajar tentang hal baru tetapi perlu diingat konsumen pembaca sastra cyber adalah remaja dan mengagetkan melihat ada tulisa cerpen dalam platform sastra cyber dibaca 6,7 juta ini menunjukkan tren pembaca muda menyuakai tulisan yang ringan dan kehidupan sehari-hari yang belum tentu tulisan itu dikurasi. Oleh itu perlunya mengetengahkan cyber sastra dengan tulisan yang berasakan identitias bangsa yang dikemas secara menarik melalui penulisan kreataif, dan berikutnya perlunya sensor dan kurator dalam penerbitan karya-karya sastra cyber di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline