Lihat ke Halaman Asli

AHMAD SARIP SAEPULOH

Menembus Batas, Menggapai Keberkahan

Warisan yang Berubah Jadi Berhala

Diperbarui: 22 Mei 2021   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Warisan yang Berubah Jadi Berhala

Banyak muslimin warga negara Republik Indonesia yang merasa tidak masalah dengan Pancasila, bahkan dengan bangga mengatakan bahwa itu adalah warisan para ulama, hasil "Ijtihad maksimal" mereka dalam meletakkan "gagasan tauhid" untuk negara multi etnis dan multi agama di Nusantara.

Inilah keberhasilan upaya propaganda pihak anti Islam, muslimin awam di Nusantara terpedaya, mereka tidak tahu Pancasila versi mana yang dalam penggodokannya melibatkan para cendikiawan muslim itu? Tepat seperti dikatakan Dr. Muhammad Roem; "tidak banyak orang yang mengetahui bahwa Panca Sila, Dasar negara kita (RI-pen), sudah mengalami lima kali perubahan, artinya sudah beralih dari rumus ke satu ke rumus yang lain, hingga lima kali."

Pancasila yang dirumuskan para ulama itu bukanlah Pancasila yang kini dijadikan dasar negara RI, tapi Pancasila yang dirumuskan dalam Piagam Jakarta, yang setelah "Ketuhanan Yang Maha Esa" dilanjutkan dengan kalimat "Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya."

Sedangkan Pancasila yang disyahkan menjadi dasar negara RI, sehari setelah proklamasi (18 Agustus 1945) adalah Pancasila versi baru yang atas desakan kaum di Nusantara bagian Timur, diajukan lewat Dr. Muhammad Hatta pada akhirnya kewajiban menjalankan syariat Islam itu dihapuskan. Sejarah membuktikan bahwa kelahiran RI diawali dengan penghapusan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.
Penghapusan 7 kata ini jelas memiliki dampak sangat besar, sebab berbeda dengan Piagam Jakarta yang bila itu dijadikan dasar negara, memiliki konsekwensi logis bahwa negara berkewajiban untuk memberlakukan syariat Islam bagi segenap pemeluknya. Maka Pancasila yang telah dicukur tadi, tidak memberikan konsekwensi apapun selain pengakuan moral negara akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.

republika.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline