Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Mencedrai Dunia Akademi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepenggal tulisan yang diambil dari tulisan yang menggaku di tulis Jokowi ternyata bukan oleh jokowi, “ Indonesia perlu melakukan revolusi mental, pertanyaan berikutnya adalah dari mana kita harus memulainya. Jawabannya dari masing-masing kita sendiri, dimulai dengan lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal serta lingkungan kerja dan kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan Negara”.


Sepakat revolusi dimulai dari diri sendiri dengan membiasakan jujur dan pengakuan apa adanya, bukan membudayakan klem yang hanya membuat rusaknya tatanan moral sebuah revolusi. Tulisan berjudul 'Revolusi Mental' karya calon presiden (capres) PDI Perjuangan Joko Widodo telah menggotori dan tidak menghargai insan dunia akademis, tulisan tersebut di muat disalah satu harian nasional dengan mengatas namakan Jokowidodo sebagai penulisnya. Padahal yang sebenarnya tulisan tersebut merupakan buah karya para pemikir yang merupakan team dari Jokowi. Pada pengakuan Jokowi mengakui bahwa tulisannya yang dimuat di Harian Kompas, Sabtu (10/5) bukan hasil karya sendiri melainkan ditulis bersama-sama dengan tim sukses (timses).


Respon negative muncul dari kalangan akademisi terkait dengan tulisan bertajuk 'Revolusi Mental' tersebut, bukan masalah isi tulisan tersebut, tetapi budaya pengakuan bukan produk sendiiri. pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak menilai sikap Jokowi tidak etis. Seharusnya, bukan hanya nama Jokowi yang dicantumkan dalam tulisan tersebut. Menurut Zaki, seharusnya diakui saja bahwa Jokowi hanya sedikit berkontribusi dalam penulisan. Hal ini dinilai lebih baik daripada mengklaim tulisan tim suksesnya sebagai tulisannya sendiri. Zaki menambahkan, sikap klaim tersebut juga tidak sesuai dengan tema "Revolusi Mental" dalam tulisan.


Banyak hal yang membuat plagiarisme dan klem sebuah karya menjadi kasus yang merusak dan merugikan. Oleh karena itu dunia akademik atau dunia intelektual khususnya dan dunia kreatif lainnya sangat membenci tindakan plagiarisme dan klem sebuah karya, sehingga tidak heran plagiator mendapatkan protes keras, dengan membuat sebuah model atau gerakan anti plagiarisme dank kelm sebuah karya. Beberapa alasan yang mendasarinya, antara lain adalah larangan plagiat dan klem sebuah karya merupakan sebagai bentuk pemeliharaan gagasan asli dari seseorang, pemantik agar orang lain dapat lebih berkarya, kejujuran dan sebagainya. plagiarisme dan klem sebuah karya tidak dibenarkan karena berpotensi dapat mematikan fungsi kreatifitas dan keunikan yang dimiliki setiap individu. Setiap individu adalah unik dan berkemampuan menghasilkan sesuatu apapun yang lebih segar.


Secara hukum memang tidak ada atau sulit ditentukan kriteria apa yang tergolong unsur plagiat atau klem sebuah karya. Pasalnya, persoalan ini juga menyangkut integritas moral seseorang. Namun secara umum tindakan-tindakan yang bisa digolongkan plagiat dan klem sebuah karya adalah pencatuman nama sendiri pada tulisan orang lain yang akan dipublikasikan, tidak adanya sumber saat mengutip tulisan, tabel, maupun gambar dari penulis lain, tidak mencantumkan narasumber pada tiap referensi yang dikutipnya, dan referensi hasil komunikasi dengan orang lain yang tidak dituangkan dalam bentuk tulisan bahkan menghilangkan nama penulis sejatinya. Menjadi pemikiran kita bersama untuk memulai kebenaran dari hal hal yang dianggap kecil tapi mengandung besar makna kejujuranya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline