Lihat ke Halaman Asli

Merebut Desa: Bagian 3

Diperbarui: 29 September 2024   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sebuah desa (Pexels.com/Natasha Lois)

Daun bekersik diterpa angin kemarau. Hangat udara dan sejuknya belaian angin sungguh berbeda. Langkah demi langkah di atas lantai hutan sedikit terasa asing bagi Dimas.

Tiga tahun telah ia habiskan dengan berlatih dan bertapa. Mempelajari ilmu pedang yang terukir di dalam kuil misterius. Menstabilkan dan meningkatkan tenaga dalam agar dapat mengendalikan pedang saktinya.

Tiga tahun itu pula ia mengubah total keseluruhan kebiasaan hidupnya. Makan dengan lauk buah-buahan liar dan lebih banyak puasa. Menghabiskan waktu dengan berlatih dan semedi.

Selama itu, ia juga tidak pernah bertemu dengan seseorang pun. Bandit atau penduduk desa sekitar. Seluruh kegiatan hanya dilakukannya di sekitar kuil semata.

Banyak perubahan yang mungkin sudah terjadi di luar sana. Hutan yang ia lewati saat ini tampak sedikit berbeda. Dimas bimbang ke mana harus pergi.

Dalam kebimbangan hati ini, suara kegaduhan lapat-lapat tertangkap telinganya. Dari balik deritan pohon tertiup angin. Dari balik ketukan cepat burung pelatuk. Semakin jelas pula suara tersebut.

Dimas lalu berlari mendekati sumber suara. Kelihatannya seperti ada perkelahian.

***

Dimas mulai memanjat sebuah pohon besar di depan. Ia memilih ranting yang rimbun agar tidak ketahuan serta mencocokkan dengan baju hitamnya yang sedikit pudar. Tidak lupa caping bambu buatannya sendiri dilepas untuk melihat lebih jelas.

Seorang wanita muda berbaju kuning dan celana coklat berusaha keras menangkis serangan tiga orang pria. Ia dengan lihai mengayunkan serta memutar toya bajanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline