Lihat ke Halaman Asli

Hak dan Hukum! Kriteria Barang dan Jasa Premium yang akan Dikenakan PPN 12 Persen mulai 1 Januari 2025

Diperbarui: 19 Desember 2024   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang direncanakan mulai 1 Januari 2025 adalah salah satu langkah pemerintah dalam menjalankan kebijakan fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara. Hak pemerintah untuk menetapkan tarif PPN ini diatur dalam undang-undang perpajakan yang berlaku, yaitu: Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengenakan PPN berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU ini, tarif PPN dirancang bertahap, dengan tarif awal 11% mulai 1 April 2022, dan ditingkatkan menjadi 12% paling lambat pada tahun 2025.

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal ini sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari reformasi perpajakan. Pemerintah merancang dan mengimplementasikan bauran kebijakan ini dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan gotong royong. Langkah-langkah mitigasi yang diambil termasuk pemberian insentif di bidang ekonomi untuk mendukung masyarakat dan sektor-sektor yang terdampak. Insentif ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memastikan bahwa kebijakan perpajakan yang baru tidak memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung stabilitas serta pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berharap bahwa dengan menaikkan tarif PPN menjadi 12%, mereka dapat menciptakan keseimbangan fiskal yang lebih baik dan memperkuat stabilitas ekonomi dalam menghadapi tantangan global. Penerimaan tambahan dari kenaikan PPN ini juga diharapkan dapat mendukung berbagai program pembangunan nasional, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Adapun untuk narasi PPN 12% yang akan dikenakan terhadap barang-barang mewah, sebagaimana yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Susiwijono tekankan dikenakan terhadap barang dan jasa, termasuk jasa pendidikan dan kesehatan yang selama ini premium, namun masuk tergolong yang dikecualikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan menjadi landasan hukum yang mengatur detail pelaksanaan kebijakan PPN 12%. PMK ini akan mencakup jenis dan harga barang yang termasuk dalam kategori premium atau mewah, serta ketentuan lainnya yang diperlukan untuk implementasi kebijakan ini.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa detail teknis dari kebijakan PPN 12% akan dirumuskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK ini akan mengatur jenis dan harga barang yang termasuk dalam kategori premium atau mewah, serta ketentuan lainnya yang diperlukan untuk implementasi kebijakan ini.

Menurut Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa pemerintah memiliki waktu hingga akhir bulan ini untuk merumuskan dan merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur detail teknis kebijakan PPN 12%. Hal ini penting agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan mulai awal tahun depan sesuai rencana. Susiwijono juga menyatakan bahwa pemerintah sedang mengumpulkan data terkait biaya sekolah mahal dan jenis beras yang akan dikenakan PPN 12%. Data ini akan digunakan untuk merumuskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur detail teknis kebijakan PPN 12%. Menurutnya, merumuskan detail teknis kebijakan PPN 12% memang bukan tugas yang mudah. Namun, pemerintah berkomitmen untuk menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang jelas dan komprehensif agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik dan transparan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan asas keadilan dan gotong royong. Barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat mampu, seperti bahan makanan premium (beras, buah-buahan, ikan, dan daging premium), pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium, serta listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 3500 VA-6600 VA, akan dikenakan tarif PPN sebesar 12%.

Selain itu, beberapa barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat (Minyakita) akan dikenakan tarif PPN sebesar 11%, dengan selisih 1% ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memastikan harga barang-barang penting tetap stabil.

Namun, tidak semua barang dan jasa akan dikenakan tarif PPN yang baru ini. Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, dan jasa asuransi akan tetap dibebaskan dari pengenaan PPN. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa masyarakat yang lebih mampu turut berkontribusi lebih besar dalam penerimaan negara, sementara barang-barang kebutuhan pokok tetap bebas dari PPN untuk melindungi daya beli masyarakat umum.

Menko Airlangga Hartarto menekankan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah salah satu prioritas utama pemerintah. Melalui berbagai skema kebijakan dan program strategis, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Langkah-langkah ini mencakup berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial, dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berdaya saing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline