Demokrasi sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi ini tentunya menempatkan rakyat sebagai subyek yang mempunyai kedaulatan penuh. Rakyat secara bebas menentukan siapa yang paling berhak menjadi pemimpin mereka.
Pemimpin yang mereka pilih pun berasal dari golongan rakyat sendiri melalui mekanisme yang telah disepakati. Setelah terpilih orang yang dianggap paling ideal untuk memimpin mereka, maka selanjutnya pemimpin tersebut dituntut bekerja keras untuk melindungi, mensejahterakan, melayani rakyat (baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung di waktu pemilihan).
Seperti itulah gambaran singkat demokrasi yang menjadi patron bagi negara-negara yang sudah maju maupun negara yang baru berkembang.
Bagi negara yang dalam pelaksanaan urusan ketatanegaraannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, maka negara tersebut akan dikutuk dan cap sebagai negara tidak demokratis. Tapi mengapa bisa, ketika ada sebuah negara yang sudah maju menghegemoni negara lain baik hegemoni secara militer dan atau secara ekonomi, tetapi tidak dicap sebagai negara yang tidak demokratis. Suatu hal yang sangat kontroversial.
Demokrasi pula yang membuka peluang terjadinya pembohongan-pembohongan publik ketika suksesi dan kampanye pemilu.
Demokrasi pula yang menjadikan rakyat sebagai subyek strategis (alat) untuk mecapai kekuasaan melalui mobilisasi massa, money politic dan semacamnya. Rakyat begitu penting dan sangat berharga ketika pemilu, melebihi harga gram-an emas sebab satu suara (one vote) sangat menentukan.
Olehnya itu, sudah saatnya rakyat membuka mata secara lebar-lebar dan masyarakat harus tercerdasakan. Semua problema yang terjadi di semua negara adalah implikasi dan ekses dari demokrasi.
Siapa yang harus bertanggung jawab? Rakyat pulalah yang harus bertanggung jawab sebab semua hal itu “untuk rakyat, oleh rakyat, dan dari rakyat”.
Akhir Demokrasi (Post Demokrasi)