Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Asadi

Agribusiness

Pembukaan Lahan Pertanian Baru, Jangan Sampai Mengulang Kegagalan di Masa Lalu

Diperbarui: 22 Juni 2020   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama : Ahmad Ahya Asadi

NIM : 181510601126

Kementerian Pertanian tengah mempersiapkan kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pembukaan lahan pertanian atau cetak sawah seluas 600.000 hektare yang terdiri dari 400.000 hektare lahan gambut dan 200.000 hektare lahan kering sebagai antisipasi terjadinya kekeringan dan ancaman kelangkaan pangan, seperti yang diperingatkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Pemerintah optimistis rencana pembukaan lahan pertanian baru di atas lahan gambut akan berjalan mulus. Pemerintah yakin tak akan mengulang kegagalan program satu juta hektare lahan gambut untuk sawah yang dilakukan rezim Presiden Soeharto. Sebab, pemerintah telah menyiapkan bibit varietas Inbrida Padi Rawa (Inpara). Bibit tersebut dinilai tahan terhadap genangan air, sehingga mampu tumbuh di daerah rawa atau gambut.

Sebagai informasi, pada tahun 1995, pemerintahan Soeharto berambisi untuk mencapai kembali posisi swasembada beras. Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar merupakan bagian dari ambisi tersebut. Tujuan dari proyek ini adalah menyediakan lahan pertanian baru dengan mengubah satu juta hektar lahan gambut untuk penanaman padi.

Namun nahas, proyek tersebut menemui kegagalan total. Ternyata lahan gambut tidak cocok untuk media tanam padi. Proyek PLG justru mengakibatkan kerusakan sumber daya alam di lingkungan tersebut.

Belajar dari kegagalan di masa lalu, pembukaan lahan pertanian baru seharusnya dilakukan di kawasan-kawasan yang tidak merusak secara ekologis. Pembukaan lahan baru seharusnya dilakukan di kawasan HGU terlantar, hingga kawasan marginal yang baru dimanfaatkan sebesar 58% dari total lahan marginal yang ada di Indonesia. Menurut data dari Balai Penelitian Tanah, Balitbang Kementerian Pertanian tahun 2015, luas lahan marginal di Indonesia mencapai 157.246.565 hektar. Namun, potensi lahan yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian baru 91.904.643 hektar. Kawasan inilah yang seharusnya dijadikan target pemerintah dalam upaya pembukaan lahan pertanian baru.

Tanah di lahan marginal memang memiliki mutu rendah, karena adanya beberapa faktor pembatas. Faktor pembatas tersebut seperti topografi yang miring, dominasi bahan induk, kandungan unsur hara dan bahan organik yang sedikit, kadar lengas yang rendah, pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Bahkan terdapat akumulasi unsur logam yang bersifat meracun bagi tanaman (Handayani dan Prawito, 2006; Widyati, 2008; Yuwono, 2009; Kanzler, 2015).

Lahan marginal tentu saja bukannya tidak bisa dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Lahan yang sering disebut dengan LSO (lahan sub optimal) tersebut, bisa ditanami komoditas tanaman pangan. Yang nantinya diharapkan mampu menunjang ketahanan pangan nasional.

Referensi: [1] [2] [3]

  • Tugas Critical Review, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan 



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline