Jarimu harimaumu ! salah satu ungkapan yang sering digunakan untuk merespon sesama warganet yang kerap melampui batas dalam menggunakan media sosial (medsos).
Ungkapan tersebut termodifikasi dari istilah yang sangat populer ; Mulutmu harimaumu ! jika dulu orang sering bermasalah dalam ucapannya, saat ini masalah yang serupa muncul karena kesalahan dalam berperilaku di jagad maya karena ketikan tombol jari.
Kemudian pertanyaan yang selalu muncul dibenak penulis adalah apakah pemimpin saat ini juga ditentukan oleh keaktifan jari memencet tombol?
Fakta pengakuan harus diakui, karena bukti telah nyata dan mungkin juga di-amini oleh banyak kalangan. Alibi strategi untuk mengenalkan visi dan misi serta memperlihatkan eksistensi dan keseriusan dalam mempimpin negeri ini Whay Not? Nyatanya toh sah-sah saja dan tidak ada aturan khusus yang melarangnya. Pastilah itu jawaban yang di-iyakan pula oleh banyak kalangan.
Yang terpenting dalam hal ini adalah memanfaatkan medsos dengan dasar menempatkan etika dan logika yang tepat dan bertanggung jawab, jangan sampai hanya menjadi alat dan sarana untuk saling menjatuhkan dan memfitnah serta menebarkan kebencian.
Medsos hari ini juga menjadi pertaruhan dan pertarungan seru untuk mempengaruhi serta memberikan warna untuk merebut dukungan seluruh elemen anak bangsa, karena semuanya sadar, bahwa seluruh pemilih hampir bisa dikatakan lebih dari 50% melek medsos dan terhubung ke internet.
Media sosial memberikan ruang kebebasan bagi para calon pemimpin untuk berkampanye, bersosialisasi dan menyapa, tentunya dengan arah dan rel yang elegan dan bermartabat sebagaimana aturan hukum yang berlaku.
Kadang yang lebih bahaya yaitu adanya group-group whatsapp yang secara liar menjadi ajang propaganda saling menjatuhkan dan saling menyebarkan fitnah. ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kualitas moral dan etika dan budaya berpolitik secara sehat dan bermartabat.
Profesor Don Flournoy, salah seorang pakar media di Amerika Serikat menyampaikan bahwa ; "Indonesia adalah negeri yang tidak pernah tidur." Ia melihat fakta betapa Indonesia amat sibuk dengan lalu lintas percakapan di media sosial. Hampir setiap saat, orang Indonesia akan memosting sesuatu, membentuk kubu-kubu, dan saling perang di media sosial.
Sebetulnya kalau kita menengok sejarah, pada zaman Nabi Muhammad pun juga terjadi adanya perang informasi. Berbeda dengan saat ini yang menggunakan media sosial sebagai alat, pada zaman Nabi Muhammad perang informasi menggunakan syair dan disebarkan dari mulut ke mulut.
Nabi Muhammad, para sahabat, dan umat Islam saat itu pun terlibat dalam perang informasi. Lalu bagaimana strategi dan langkah-langkah Nabi Muhammad dalam menghadapi perang informasi?