Sore itu selepas ashar mampirlah seorang bapak bapak berseragam Pos Indonesia lengkap dengan motor dinasnya. Bapak itu rupanya mau numpang sholat Ashar di musholla. Setelah bapak itu masuk kedalam musholah, aku tertegun dengan motor Pos Indonesia yang warnanya gak pernah berubah dari dulu.
Setelah Bapak itu selesai shalat, aku pun bertanya "Emang masih ada yang ngirim surat pak?" Tanyaku. "Masih, tapi kebanyakan paket" Aku bergumam, rupanya masih ada orang ok rang jadul yang masih mengirim surat lewat pos. Bagus juga sih..merekalah orang orang yang mempertahankan budaya menulis dan mengirim surat lewat pos, yang nota Bene hari ini eranya sudah berubah drastis.
Di era teknologi yang sudah berkembang pesat saat ini, mengirim surat mungkin sudah ketinggalan zaman. Selain harus ditulis kemudian dimasukan kedalam amplop dan pergi ke kantor pos untuk membeli perangko sebagai ongkir (Ongkos Kirim) udah gitu sampai ke alamat tujuannya gak jelas lagi kapan. Entah empat hari, lima hari baru sampai.
Kalau sekarang mengirim kabar cukup lewat ponsel WhatsApp atau email yang dalam hitungan detik sudah sampai ketujuan dimanapun dia berada. Itulah makanya budaya mengirim surat ini lambat laun sudah mulai ditinggalkan.
Namun ada juga sebagian yang mungkin ingin bernostalgia dalam memberi kabar lewat pos. Dengan adanya mereka inilah Pos Indonesia masih eksis hingga sekarang.
Semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H