Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Said Widodo

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Perlukah Jabatan Wakil Menteri dalam Kabinet?

Diperbarui: 26 Desember 2021   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

Setiap ada pergantian kepemimpinan nasional dalam hal ini adalah pergantian presiden dan wakil presiden di republik ini, maka ada satu momentum yang biasanya ditunggu oleh rakyat dan bangsa ini, terutama dari kalangan partai politik. Jabatan menteri adalah sebuah jabatan yang dianggap mentereng, sekalipun itu adalah jabatan sebagai "pembantu presiden." Ya, memang kewenangan dan hak prerogatif presiden sajalah urusan pengangkatan para menteri ini.

Dalam sejarah negeri ini hampir tak ada batasan berapa jumlah menteri yang diperbolehkan, kecuali jika ada undang-undang tentang kementerian, seperti Undang-Undang Kementerian Negara (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara) adalah undang-undang yang mengatur tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, menggabungkan, memisahkan dan/atau mengganti, pembubaran/menghapus kementerian, hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah, non kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri atau menteri kordinasi berisi penataan kembali keseluruhan kelembagaan pemerintahan sesuai dengan nomenklatur seperti departemen, kementerian negara, lembaga pemerintah non-kementerian, maupun instansi pemerintahan lain, termasuk lembaga nonstruktural. 

Dalam sejarahnya pernah ada kabinet yang hanya terdiri dari 10 orang menteri saja, yaitu Kabinet Susanto (Susanto Tirtoprodjo), periode 27 Desember 1949 - 16 Januari 1950, dimana beliau sebagai Pjs. Perdana Menteri. Namun pernah ada juga kabinet yang terdiri dari 132 orang menteri, yaitu Kabinet Dwikora II di bawah Presiden Soekarno, merangkap sebagai Perdana Menteri (24 Februari 1966 - 28 Maret 1966).

Berdasarkan data-data yang diperoleh, jumlah kabinet sejak Indonesia merdeka hingga hari ini berjumlah 42 kabinet dengan jumlah menteri sudah mencapai 1.468 orang, terlepas bahwa seseorang menjabat lebih dari 1 kali. Jumlah rata-rata 35 orang. Dari beberapa kabinet yang pernah ada, dapat diambil satu benang merah yang menarik, bahwa dari satu kabinet ke kabinet yang lain kadangkala ada kesamaan jumlah menteri, walaupun belum tentu nama kementeriannya tetap sama.

Sebagai contoh, misalnya: 

  1. pada Kabinet Sjahrir I, Hatta I dan RIS @ 17 orang menteri.
  2. pada Kabinet Natsir dan Wilopo @ 18 orang menteri.
  3. pada Kabinet Djuanda, Ampera II, Pembangunan I dan Pembangunan II @ 24 orang menteri.
  4. pada Kabinet Sjahrir II dan Ali Sastroamidjojo II @ 25 orang menteri.
  5. pada Kabinet Sjahrir III dan Pembangunan III @ 32 orang menteri.
  6. pada Kabinet Kerja I dan Gotong Royong @ 33 orang menteri.
  7. pada Kabinet Amir Syarifuddin I, Indonesia Bersatu I, Indonesia Bersatu II, Kerja dan Indonesia Maju @ 34 orang menteri.
  8. pada Kabinet Amir Syarifuddin II dan Reformasi Pembangunan @ 37 orang menteri.

Untuk kabinet sekarang adalah Kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sejak tanggal 23 Oktober 2019 dengan jumlah menteri sebanyak 34 orang. Namun selama beberapa waktu lamanya kita juga mendengar, bahwa dengan jumlah menteri itu ternyata masih ditambah dengan wakil menteri pada beberapa kementerian. Memang bila dipandang perlu presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu akan tetapi jabatan wakil menteri tidak merupakan anggota kabinet melainkan sebagai pejabat karier.

Barangkali itu menimbulkan banyak sekali pertanyaan sekaligus pro dan kontra. Tentu saja, pertanyaannya antara lain seperti: "Apakah seorang menteri tidak cukup mampu memimpin sebuah kementerian yang menjadi tanggungjawabnya? Bukankah dia dibantu dengan para pejabat Eselon I, baik pejabat birokrat karir maupun bukan. Dia tentu saja dibantu oleh Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal dan Direktur Jenderal yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan kementerian yang bersangkutan." Atau pertanyaan lainnya: "Bagaimana seorang menteri berbagi tugas dengan wakil menterinya?" dan sebagainya dan sebagainya.

Agak ironi memang, di tengah janji ingin membentuk sebuah kabinet yang ramping nyatanya menjadi kabinet yang gemuk, belum lagi  ditambah pejabat negara setingkat menteri. Jadi alih-alih ramping dan singset yang ada malah jadi gendut. Selengkapnya, inilah daftar nama wakil menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju saat ini:

  1. Wakil Menteri Luar Negeri: Mahendra Siregar
  2. Wakil Menteri Agama: Zainut Tauhid Sa'adi
  3. Wakil Menteri Keuangan: Suahasil Nazara
  4. Wakil Menteri Perdagangan: Jerry Sambuaga
  5. Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: John Wempi Wetipo
  6. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Alue Dohong
  7. Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi: Budi Arie Setiadi
  8. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional: Surya Tjandra
  9. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Angela Hary Tanoesoedibjo
  10. Wakil Menteri BUMN: Kartika Wiryoatmojo
  11. Wakil Menteri BUMN: Pahala Mansury
  12. Wakil Menteri Pertahanan: Muhammad Herindra
  13. Wakil Menteri Kesehatan: Dante Saksono Harbuwono
  14. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Edward Omar Sharief Hiariej
  15. Wakil Menteri Pertanian: Harfiq Hasnul Qolb

Dari kelimabelas orang menteri tersebut tentu Presiden mempunyai pertimbangan sendiri tentang perlu tidaknya, penting tidaknya menambah jumlah posisi wakil menteri. Ya, hal itu sangat relatif dan tentu saja berpulang kepada hak prerogatif yang merupakan kekuasaan istimewa yang dimiliki oleh seorang presiden tanpa dapat dicampuri oleh lembaga lainnya. Meskipun idealnya posisi wakil menteri sebaiknya hanya dipasangkan dengan menteri luar negeri, menteri dalam negeri dan menteri pertahanan saja mengingat fungsi ketiga menteri ini dapat menjadi satu Triumvirat apabila presiden dan wakil presiden berhalangan tetap. Tetapi kembali kepada krusialitas dan urgensinya. Yang terpenting para wakil menteri dapat menjadi mitra kerja bagi para menteri pasangannya, memberikan keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam pelaksanaan tugas karena notabene bekerja sebagai "kepala" sebuah kementerian tentu saja tidak mudah. Seyogianya wakil menteri dapat mengambil peran yang maksimal dan menutupi kekurangan atau kelemahan menterinya. 

Yang lebih penting daripada semua itu, adalah jangan sampai posisi menteri dan wakil menteri hanyalah kebijakan bagi-bagi jabatan dan sebagai tanda terimakasih atau balas jasa kepada tim sukses yang sukses mengantarkan ke kursi kepresidenan, tanpa melihat "The Right Man on The Right Place at The Right Time." karena mereka harus benar-benar dapat menunjukkan profesionalitas dan proposionalitas yang sempurna serta menjauhkan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.***

Purwakarta, 26 Desember 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline