Menurut sumber Wikipedia dan Sunda si Abah tentang Perjalanan Bhujangga Manik, bahwa Bhujangga Manik merupakan salah satu naskah kuno berbahasa Sunda yang memuat kisah perjalanan seorang tokoh bernama Bhujangga Manik mengelilingi Tanah Jawa dan Bali.
Naskah ini ditulis pada daun nipah, dalam puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari delapan suku kata dan saat ini disimpan di Perpustakaan Bodleian di Universitas Oxford sejak tahun 1627 (MS Jav. b. 3 (R), cf. Noorduyn 1968 : 469, Ricklefs / Voorhoeve 1977 : 181). Naskah Bhujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah, yang masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata.
Tokoh dalam naskah ini adalah Prabu Jaya Pakuan alias Bhujangga Manik alias Rakeyan Ameng Layaran, seorang resi Hindu dari Kerajaan Sunda yang lebih suka menjalani hidup sebagai seorang resi, walaupun sebenarnya ia seorang kesatria dari keraton Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda, yang bertempat di wilayah yang sekarang menjadi Kota Bogor. Sebagai seorang resi, dia melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke timur Jawa.
Pada perjalanan kedua Bhujangga Manik malah sempat singgah di Bali untuk beberapa lama. Pada akhirnya Bhujangga Manik bertapa di sekitar Gunung Patuha sampai akhir hayatnya. Dari ceritera dalam naskah tersebut, bahwa naskah Bhujangga Manik berasal dari jaman sebelum Islam masuk ke Tatar Sunda. Naskah tersebut tidak mengandung satu pun kata-kata yang berasal dari bahasa Arab.
Penyebutan Majapahit, Malaka dan Demak membawa pada perkiraan bahwa naskah ini ditulis akhir tahun 1400-an atau awal tahun 1500-an. Naskah ini sangat berharga karena menggambarkan geografi dan topografi Pulau Jawa pada saat naskah dibuat. Lebih dari 450 nama tempat, gunung dan sungai disebutkan di dalamnya. Sebagian besar dari nama-nama tempat tersebut masih digunakan atau dikenali sampai sekarang.
Menurut Dr. Jacobus Noorduyn dan Iskandarwasid, "Bhujangga Manik's Journey Through Java : Topographical Data from Old Sundanese Source" atau "Perjalanan Bhujangga Manik Menyusuri Tanah Jawa : Data Topografis Dari Sumber Sunda Kuno.", Koninklijk Insituut Voor Taal-, Land-En Volkenkunde dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1984.
Menurut Ahmad Said Widodo (penulis) dalam "Sumber-sumber Asli Sejarah Purwakarta", nama-nama tempat secara tepat digambarkan dalam naskah ini antara lain yang kemudian hari menjadi wilayah Kabupaten Karawang, Kabupaten Wanayasa (yang kemudian digabungkan jadi satu dengan Kabupaten Karawang), Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang. Kata atau nama tempat yang dimaksud antara lain adalah : Karawang, Eronan, Citarum, Ramanea, Saung Agung dan Burangrang.
***
Sadiri aing ti inya,
datangka alas Eronan,
nepi aing ka Cinangsi,
meu(n)tas aing di Citarum.
(Setelah pergi dari sana,
aku pergi ke daerah Eronan,
aku sampai di Cinangsi,
menyeberangi sungai Citarum).
***
Ditalian ra(m)bu tapih,
diletengan leteng karang,
leteng karang ti Karawang,
leteng susuh ti Malayu,
pamuat aki puhawang.
(Dibungkus pinang itu dengan benang pinggir kain,
digosoknya dengan kapur,
kapur dari Karawang,
kapur cangkang kerang dari Malayu,
didatangkan oleh nahkoda).
***
Sana(n)jak aing ka Goha,
sacu(n)duk aing ka Timbun,
sacu(n)duk ka bukit Timbun,
datang aing ka Mandata,
meu(n)tas aing di Citarum,
ngalalar ka Ramanea.
(Setelah naik ke Goha,
setiba di Timbun,
pergi menuju bukit Timbun,
aku tiba di Mandata,
menyeberangi sungai Citarum,
berjalan melewati Ramanea).
Sanepi ka bukit Se(m)pil,
ka to(ng)gongna bukit Bongkok,
sacu(n)duk ka bukit Cungcung,
na jajahan Saung Agung.
(Setiba di gunung Sempil,
berada di belakang gunung Bongkok,
dan tiba di gunung Cungcung,
dalam wilayah Saung Agung).