Dewasa ini, kita mungkin selalu mempertanyakan semua yang ada dan terlihat janggal dalam pikiran kita. Misalkan dalam pengajaran dan pendidikan orang tua dan lingkungan sekitar, bahwa laki-laki itu harus gini dan perempuan itu harus gitu, laki-laki bersifat ini dan perempuan bersifat itu, laki-laki harus suka ini dan perempuan harus suka itu, laki-laki tidak boleh begini dan perempuan tidak boleh begitu, semua hal tentang laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh pengajaran atau Pendidikan didalam masyarakat bahkan di lingkungan sekolah. Mengapa semua perkotak-kotakan itu terjadi pada masyarakat di sekitar kita? siapa yang membuat pengkotakan tersebut? dan kenapa kita semua dengan begitu saja menerima perkotakan tersebut?.
Maskulinitas timbul secara alamiah dari segi biologis. Namun, pada masa kapitalisme kini laki-laki harus memperjuangkan mati-matian untuk membuktikan dirinya sebagai seorang lelaki yang maskulin. Maskulinitas dulunya dimaknai atau di lebelkan kepada laki-laki yang memiliki kekuatan, kewibawaan, keberanian, keahlian berperang atau berkelahi, kemandirian, ketegasan, dan kepemimpinan. Tetapi maskulinitas di masa kapitalisme kini tidak hanya memperhitungkan atau memandang sifat, karakter, dan tubuh ideal (atletis), tetapi juga merambat kepada penampilan (style), mulai dari pakaian, potongan rambut, warna rambut, dan wajah yang terawat.
Di masa kapitalisme terdapat standarisasi tentang maskulinitas, yang kemudian disebar luaskan kepada dunia luas dan di terimah oleh masyarakat dunia luas sebagai standar maskulin bagi laki-laki. Laki-laki juga harus memiliki pikiran bawah sadar untuk memperkokoh maskulinitasnya agar tidak dianggap sebagai seorang lelaki tidak maskulin. Tentunya para laki-laki harus punya aturan dalam menjalankan hidup agar tetap dianggap sebagai lelaki maskulin oleh masyarakat atau pada umumnya. Dengan aturan bahwa laki-laki harus bersikap dan bersifat yang berbanding terbalik dengan sifat dan sikap perempuan. Laki-laki harus punya kekuatan, kekuasaan, kecerdasan, dan status yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Laki-laki harus berjiwa kokoh, bekerja keras, pantang menyerah, dan bijaksana. Dan laki-laki harus memiliki rasa tanggung jawab, mau mengambil resiko, dan agresif.
Hal ini terjadi karena kapitalisme yang membuat penentuan standar tubuh ideal yang mana bisa dikatakan lelaki ini maskulin atau tidak. Kemudian dari standar yang dibuat oleh kaum kapitalisme ini laki-laki berbondong-bondong memperbaiki penampilan diri hingga mencapai ukuran yang diidealkan seperti dalam iklan yang ia lihat. Melalui control media masa, media informasi, dan iklan-iklan kapitalisme menyebarkan standarisasi maskulinitas untuk mendorong laki-laki penampilan hingga memiliki tubuh yang ideal atau atletis. Kapitalisme juga menyebarkan pemahaman bahwa laki-laki bertubuh kurus atau kerempeng, loyo dan lemah lembut seperti sifat dan perilaku perempuan dianggap tidak maskulin, tidak menjadi laki-laki seutuhnya, sebab kemampuan untuk menjaga perempuan akan diragukan karena tidak sesuai dengan standar yang dibuat oleh kapitalisme.
Maskulinitas Ditinjau dari Teoritis
Maskulin berasal dari kata bahasa Inggris yakni muscle yang memiliki arti otot, yaitu sifat-sifat mendasarkan pada kekuatan otot atau fisik. maskulinitas sebagai konsep gender tentang perilaku yang dibangun secara sosial dan terkait dengan kelelakian. Connell berpendapat bahwa maskulinitas harus dipersandingkan dengan feminitas jika tidak maka tidak ada maskulinitas. Terminologi maskulinitas dalam struktur sosial mencerminkan perilaku masyarakat demikian yang sebenarnya tidak memiliki makna apa pun. Connell mengklasifikasikan pemahaman maskulinitas dalam perspektif ilmiah menjadi empat sudut pandang atau bagian, di antaranya; Pertama, sudut pandang positivis, maskulinitas berupaya menggambarkan seperti apa lelaki sesungguhnya dengan menghubungkan antara hal biologis atau pengelompokan sosial. Kedua, dari pendekatan normatif, masyarakat memiliki konsep sendiri terhadap seperti apa lelaki seharusnya. Ketiga, perspektif esensialis memiliki pemahaman bahwa maskulinitas diperoleh dari kepribadian masing-masing atau hormon yang dibawa. Keempat, dalam pendekatan semiotika, maskulinitas dan feminitas sebagai ruang simbolik. Maskulinitas didefinisikan sebagai oposisi dari feminitas. Penanda maskulinitas dibedakan dengan feminitas. Penanda ini digunakan untuk memeriksa hubungan kekuasaan secara simbolis antara laki-laki dan perempuan (Connell, dalam Fahrimal & Husna, 2020).
Simbol Maskulinitas sebagai Penindasan Terselubung Kapitalisme
Dalam karya Herbert Marcuse yang berjudul one dimensional man, Marcuse menggambarkan bahwa masyarakat modern berada dalam kondisi yang berbahaya. Bagi Marcuse masyarakat modern adalah masyarakat yang tidak sehat karena masyarakat tersebut adalah masyarakat berdimensi satu, segala segi kehidupan hanya diarahkan kepada satu tujuan saja dengan menciptakan satu bentuk kontrol baru yakni new form of Controlyang bersembunyi dibalik kenyamanan, kelembutan, kerasionalan, dan kebebasan. Ketidaksadaran masyarakat terhadap penindasan terselubung telah membentuk masyarakat menjadi pasif dan menerima apa saja tanpa adanya kemampuan untuk memberontak, bahkan wacana emansipasi dan kemerdekaan atau kebebasan yang menjadi tameng bagi bentuk penindasan terselubung itu juga terjadi pada ranah maskulinitas.
Marcuse juga menyatakan rasionalitas zaman ini adalah rasionalitas teknologi, yakni suatu pola pemikiran atau dasar teknik yang meningkatkan efisiensi, produktivitas, kelancaran, kepastian matematis, dan perhitungan untung rugi. Ciri khas yang menonjol dalam masyarakat industri modern adalah peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian besar. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah merubah secara radikal cara manusia dalam mengelola kehidupan bermasyarakat dan alam lingkungan. Radikalitas tersebut disebabkan oleh dominasi pola pikir mekanistis dan positivistis yang menjadi salah satu ciri masyarakat modern atau kapitalis. Manusia dan alam difungsikan sebagai objek eksploitasi melalui penggunaan perangkat teknis, sehingga pada taraf ini teknologi sudah berubah menjadi alat respirasi dalam format yang sangat canggih dan handal. Relevannya dengan kehidupan sekarang adalah media sebagai alat penindas.
Dalam bidang sosial, media berperan dalam menayangkan iklan dari hasil produksi industry mengenai standar maskulinitas lelaki, iklan dibuat menggunakan bahasa propaganda yang bermuatan ideologis dan kepentingan para penguasa, guna untuk mencuci otak para calon konsumen hingga mereka beranggapan dan tertanam di pikiran bawah sadarnya bahwa menjadi lelaki maskulin itu seperti ini, dan harus berperilaku seperti ini. Dari sini timbul yang namanya kesadaran semu atau kesadaran palsu, di mana dari hasil iklan itu, membuat masyarakat yang semula tidak beranggapan bahwa lelaki harus wajahnya bersih, rambutnya klimis, pakaiannya rapi (memakai jaz seperti orang-orang barat) tidak berantakan, dan tubuhnya ideal atau atletis. Adanya iklan tentang standar maskulinitas yang dibuat kaum kapitalisme yang terus di promosikan dan di perluas yang kemudian masyarakat menjadi ingin berpenampilan dan berperilaku seperti yang ada diiklan tersebut. Era kontemporer menunjukkan wajah baru dalam mendominasi kebutuhan manusia yakni melalui mistifikasi iklan dalam rangka meresapkannya nilai-nilai ideologi ke dalam relung-relung akal budi manusia, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bahasa-bahasa iklan adalah bahasa-bahasa propaganda, untuk menyuarakan suatu ideologi baru pada manusia, yakni ideologi konsumerisme. Maskulinitas dan level ekonomi lelaki juga bisa ditentukan dari produk kesehatan, olah raga, transportasi, sampai perangkat komunikasi yang mereka gunakan. Maka dari itu dibuatlah beberapa produk untuk menunjang maskulinitas. Mulai dari produk untuk wajah, minyak rambut, parfum, deodorant, dan perawatan tubuh untuk menjadi yang diidealkan.
Produk untuk perawatan wajah laki-laki juga tidak hanya satu merek, melainkan beberapa merek; dari yang sering kita jumpai di Indomaret atau Alfa maret dan di toko-toko sekitar seperti Garnier Men, Vaseline Men, L'Oreal Men Expert, Nivea Men, Pond's Men, Cloris Men, Dove Men Care, dan lain banyak lagi merek sebagainya. Produk minyak rambut untuk merapikan rambut seperti yang sering kita temui dari yang harganya murah sampai paling mahal yakni; TM pomade, pomade By Vilain, Murray's, Pomade JS Sloane, Pomade Suavecito, Pomade Wak Doyok, Barbers Pomade, Pomade Smith, Oh Man! Pomade, Pomade Layrite, dan lain sebagainya. Produk parfum yang disimbolkan sebagai simbol maskulinitas seperti AXE, Calvin Klein CK One, Chanel "Platinum Egoiste, Givenchy "Gentleman", Montblanc "Legend", Bvlgari "Pour Homme", Hugo Boss "Hugo Iced", dan lain sebagainya. Produk deodorant yang disimbolkan sebagai maskulinitas seperti Rexona Men Deodorant Spray, Nivea Men Deodorant Spray, AXL Alexander Deodorant Spray, Wardah Roll on for Him, Adidas Men Deodorant Roll On, Dove Men Care Deodorant, Speed Stick Men Deodorant dan lain sebagainya. Produk perawatan tubuh untuk memperoleh lebel maskulin dari masyarakat seperti; Branched Chain Amino Acids, Glutamine, Whey Protein Powder, Glucosamine, Creatine, Nitric Oxide, Carnitine, dan lain sebagainya. Kapitalisme menciptakan Produk-produk tersebut karena mereka melihat potensi perilaku konsumen dan narsis tidak hanya pada perempuan, laki-laki juga punya gairah untuk berpenampilan narsis dan agar terlihat menarik saat di depan halayak umum.