Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fatikhin

analisator

Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 28 Maret 2021   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Virus Corona atau lebih sering disebut Covid-19 pertama kali menyerang Negara China terletak di Kota Wuhan. Kemudian virus Corona menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat melalui kontak fisik (berjabat tangan/hubungan intim, dan lain-lain), cairan batuk atau flu dari penderita positif Corona, bahkan sekarang bisa menyebar lewat udara. 

Covid-19 diketahui masuk ke Indonesia setelah Presiden Joko Widodo menyatakan pada tanggal 2 Maret 2020 ada warga Indonesia yang positif terpapar virus Corona dan sampai saat ini warga yang positif terpapar virus corona semakin bertambah. Hal ini membuat masyarakat Indonesia menjadi sedikit tidak terkendali atau terlalu panik dalam menanggapi virus Corona dan ada pula yang masih tenang-tenang saja saat Indonesia sudah ada yang positif terpapar virus Corona dan malah membuat lelucon mengenai Covid-19.

Covid-19 mengakibatkan seluruh aspek kehidupan dunia menjadi terganggu dan menjadi masalah publiK. Misalkan dalam bidang sosial, bidang ekonomi, bidang politik, dan bidang lainnya. Dalam bidang sosial tentunya semua orang menjadi individual karena takut terinfeksi virus Corona, tidak ada lagi kerumunan orang di tempat umum. Dalam bidang ekonomi, terjadinya penurunan pendapatan sehingga masyarakat lebih berhemat. Ini juga berdampak pada proses produksi dan distribusi barang.

Negara Indonesia mengalami berbagai persoalan ekonomi di berbagai sektor di mana, sektor-sektor yang ikut terkena dampak dari wabah virus ini adalah sektor lembaga keuangan di Indonesia seperti perbankan hingga konsumsi rumah tangga yang menurun. Di sektor konsumsi rumah tangga terjadi ancaman kehilangan pendapatan masyarakat karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terutama rumah tangga miskin dan rentan serta sektor informal. Kemudian, penurunan lainnya juga terjadi pada UMKM. Pelaku usaha ini tidak dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga terganggu kemampuan memenuhi kewajiban kredit.

Dengan penyebaran virus Corona yang begitu cepat, sehingga pemerintah membuat kebijakan untuk menghambat penyebaran virus Corona, dan upaya menekan penyebarannya, pemerintah Indonesia memberlakukan social distancing atau menjaga jarak dalam melakukan aktivitas sosial. Dari beberapa sumber referensi, Social Distancing adalah mengurangi berinteraksi secara langsung antar individu, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan menghindari berjabat tangan, pelukan, dan lainnya yang melibatkan kontak fisik.

Social distancing dijadikan sebuah solusi agar masyarakat melakukan aktivitas di dalam rumah, istilah ini dikenal juga Work from Home. Pemerintah juga menghimbau masyarakat untuk menghindari pertemuan massal, menjaga jarak person to person, belajar serta beribadah di rumah. Social distancing tetap diterapkan meskipun ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. 

Masyarakat golongan menengah ke bawah terutama para pekerja informal menjadi salah satu pihak yang menolak adanya social distancing. Sikap tersebut muncul karena pendapatan mereka setiap harinya akan berkurang secara drastis. Meskipun terdapat tekanan sosial dari kalangan masyarakat tertentu, kebijakan tersebut tetap di implementasikan, namun konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan dari daya tawar atau kekuatan politik yang ditimbulkan lebih kecil daripada kebijakan Lockdown.

Jika fenomena di atas dianalisis menggunakan pendekatan neo-klasik dapat diketahui bahwa kebijakan social distancing yang diterapkan pemerintah akan berdampak besar bagi perekonomian. Turunnya produktivitas dan berhenti produksi beberapa pabrik yang mengakibatkan kenaikan harga yang cukup signifikan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum atau pengusaha yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan memanfaatkan situasi panic buying yang dialami oleh masyarakat. 

Seiring dengan meningkatnya permintaan alat kesehatan, oknum-oknum ini memanfaatkan situasi untuk menjadi supplier dalam memasok masker, hand sanitizer, dan Alat Pelindung Diri sehingga harga yang ditawarkan cukup tinggi. Pemerintah belum bisa mengendalikan atau mengatasi permasalahan tersebut, sehingga masyarakat atau pengusaha memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga seiring dengan meningkatnya permintaan barang.

Hal ini mengakibatkan masyarakat golongan menengah ke bawah tidak mampu membeli perlengkapan kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19. Terdapat kegagalan pasar yang disebabkan karena pemerintah tidak mampu mengintervensi dan mengendalikan harga alat kesehatan yang berhubungan dengan Covid-19, padahal fungsi adanya negara adalah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

Pandemi Covid-19 Tak Pengaruhi Sektor Perikanan di Kabupaten Lamongan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline