Lihat ke Halaman Asli

A Syaifudin S

Tukang kelontong dari sorga, hidup di dunia hanya numpang ketawa :D

Puing-puing | Aku Bukan Bajing

Diperbarui: 5 Januari 2019   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AKU BUKAN BAJING

"Dengarkan nasehatku" Kata Buana

Banyak hal yang kita tahu di planet Bumi tentang manusia. Banyak juga sebenarnya hal yang tidak kita ketahui tapi sok tahu tentang hak setiap manusia, yang kadang tidak se frekuensi terhadap pemikiran satu dengan lainnya. Salah satunya ketika kita memandang manusia saja bisa menimbulkan banyak persepsi yang sudah nyeleneh -- nyeleneh tidak sesuai dengan pemikiran yang sudah kita pandang.

Pernahkah kita memandang orang yang berpakaian jas rapi dengan dasinya? Bersepatu pantofel, berambut klimis, santun dalam berbicara? Betapa luluhnya hati ini dekat orang seperti mereka yang kebijaksanaanya nampak di muka. Dan pernahkah kita melihat orang yang pakai baju compang - camping? Rambut berantakan? Muka ancur? badannya kotor? Betapa kerasnya hati ini dekat dengan orang seperti mereka yang sudah di anggap rendah oleh kita? Tapi bukankah nilai besarnya di antara keduanya siapa yang tidak membuat orang lain terluka?.

Coba amati ! betapa beruntungknya seekor tikus yang hidupnya jorok di selokan di tumpuk- tumpukan sampah yang sekarang sudah berdasi hidupnya di perkotaan dengan pejabat -- pejabat negara. Itulah semua hanya terbungkus oleh perilaku yang keji.

Sungguh memang majikan memiliki hak paling atas di bandingkan rakyat jelata. Makanan daging dan tulangnya ikut tertelan oleh nafsu yang di ada -- ada. Bukankah anjing selalu menuruti perintah majikannya? Menemani majikannya? Mengamankan majikannya? Tapi betapa mirisnya mereka jika hanya mendapatkan sisa tulang bekas makanan majikannya? Sungguh rakyat jelata. Langlang, Bara, Gundawa mereka bertiga merasa kantuk mendengarkan nasehat Buana kakak tertuanya.

"Boro -- boro mikirin hidup orang lain, hidup kita saja susah serba tiada" tindas ucapan Langlang

"Entah dimana Bapak kita? Dan ibupun sekarang hanya bisa kita bayangkan"  Bara mencoba merindukan Ibunya yang sudah pergi.

Empat pemuda jalanan ini hanya bisa memahami isi dari pelajaran yang mereka ambil. Ibunya meninggal  saat melahirkan empat saudara kembar sekaligus, banyak tetangga -- tengganya menganggap hal yang konyol dan tidak mungkin. Apa yang tidak mungkin? apa yang tidak masuk akal di dunia ini?  Jalan bisa di makan oleh manusia, dana Negara bisa berjalan sendiri belok -- belok seperti motor GP.

Empat saudara kembar ini lahir tanpa seorang ayah, banyak masyarakat menduga ibunya mengandung hasil keroyokan lelaki yang bertubuh binatang separuh manusia. Apa yang tidak mungkin di dunia? Yang pada dasarnya manusia memiliki sifat paling sempurna.

Untung Langlah, Bara, Gundawa di asuh oleh kakak tertuanya Buana. Meskipun kakinya pincang tinggi sebelah, Kapasitas pemikirannya bisa lari lebih cepat dari pada kakinya. Pemuda yang hidup dijalan ini melanglang buana ke berbagai pelosok perdesaan dan perkotaan, ibarat sensus kehidupan manusia yang ada di dunia. Betapa beratnya Buana mengasuh ketiga adiknya yang cacat semua. Langlang yang buta, Bara yang suka berbicara sendiri dan Gundawa bisu dan tuli, sungguh rakyat jelata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline