Kemuliaan Manusia dan Solidaritas: Pelajaran dari Nilai Utama Ibadah Kurban untuk Talenta Muda Menyongsong Era Demografi 2030
Oleh: Ahmad Rusdiana
Indonesia akan segera menyongsong era bonus demografi pada tahun 2030, di mana populasi usia produktif mencapai puncaknya. Momen ini membawa tantangan sekaligus peluang besar bagi talenta muda.
Salah satu cara untuk mempersiapkan diri adalah dengan mengambil pelajaran dari nilai-nilai utama ibadah kurban, yang menekankan kemuliaan manusia dan solidaritas. Nilai-nilai ini sangat relevan dalam membangun masyarakat yang harmonis dan produktif di tengah keragaman yang meningkat. Mari Kita breakdown, satu-persatu:
Pertama: Kemuliaan Manusia: Menghormati Martabat Setiap Individu; Ibadah kurban mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki nilai dan martabat yang harus dihormati. Talenta muda perlu memahami bahwa kemuliaan manusia adalah fondasi utama dalam berinteraksi dengan sesama.
Menghormati martabat setiap individu berarti mengakui keberagaman sebagai kekuatan, bukan hambatan. Dalam era bonus demografi, sikap saling menghormati ini akan memungkinkan kolaborasi yang lebih efektif dan produktif dalam berbagai sektor, dari dunia kerja hingga kehidupan sosial.
Kedua: Solidaritas: Menguatkan Kebersamaan di Tengah Keragaman; Solidaritas merupakan nilai penting yang diajarkan dalam ibadah kurban. Solidaritas berarti adanya kesediaan untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain.
Bagi talenta muda, mengembangkan solidaritas adalah kunci untuk menghadapi tantangan era bonus demografi. Ketika individu-individu dalam populasi produktif mampu bekerja sama dan saling mendukung, mereka akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi dan pertumbuhan. Solidaritas juga berarti siap membantu mereka yang kurang beruntung, menciptakan keseimbangan sosial yang lebih baik.
Ketiga: Kerja Sama dalam Keragaman: Fondasi Masyarakat Produktif; Keragaman adalah salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Ibadah kurban mengingatkan kita akan pentingnya kerja sama dalam keragaman. Talenta muda harus mampu menghargai perbedaan budaya, agama, dan latar belakang sosial sebagai aset yang memperkaya kolaborasi.
Dengan membangun sikap inklusif dan menghargai perbedaan, talenta muda akan lebih siap menyongsong era bonus demografi dengan menciptakan solusi kreatif dan inovatif yang dihasilkan dari berbagai perspektif.