Setiap musim hujan tiba, pemandangan kota-kota dan daerah-daerah di Indonesia yang tergenang banjir seakan menjadi siklus tahunan yang tidak pernah berhenti. Meskipun curah hujan yang tinggi sering kali dianggap sebagai penyebab utama, kenyataannya banjir di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh faktor alam semata. Berbagai faktor lain, seperti kerusakan ekosistem, perubahan tata guna lahan, dan ketidakseimbangan dalam sistem drainase, turut berperan besar dalam memperburuk kondisi ini. Aktivitas manusia yang kurang bertanggung jawab terhadap lingkungan, seperti penebangan hutan, pembangunan di daerah resapan air, dan pengelolaan sampah yang buruk, memperparah dampak banjir. Dengan memahami faktor-faktor penyebab banjir ini secara menyeluruh, kita dapat mencari solusi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak bencana alam yang kerap menghantui berbagai wilayah di Indonesia.
Faktor-faktor Penyebab Banjir Musim Hujan
1. Curah Hujan yang Tinggi
Musim hujan memang identik dengan peningkatan curah hujan yang cukup signifikan. Curah hujan yang tinggi, terutama yang melebihi 100 mm per hari, dapat menyebabkan volume air yang sangat besar turun dalam waktu singkat. Pada kondisi normal, tanah memiliki kemampuan untuk menyerap air hujan melalui proses infiltrasi. Namun, ketika intensitas hujan terlalu tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama, tanah tidak dapat lagi menyerap air secara optimal, sehingga air akan terakumulasi di permukaan.
Hal ini terjadi karena tanah jenuh dengan air, sehingga kapasitas resapan tanah terlampaui. Selain itu, kondisi tanah yang padat atau keras, akibat pemadatan oleh aktivitas manusia atau faktor alami, juga memperburuk proses infiltrasi air. Air hujan yang tidak dapat diserap akan mengalir ke permukaan dan menumpuk, menciptakan genangan atau bahkan banjir. Kondisi ini menjadi lebih parah jika ditambah dengan kurangnya sistem drainase yang memadai atau adanya sampah yang menyumbat saluran air, sehingga memperburuk pengaliran air dan memperpanjang durasi genangan air di permukaan.
2. Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pembangunan yang masif di perkotaan, seperti di Jakarta, telah memberikan dampak negatif terhadap ruang terbuka hijau (RTH) yang semakin menyempit. RTH memiliki fungsi vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan, salah satunya sebagai area resapan air alami. Tanah yang tertutupi oleh vegetasi di RTH berperan dalam menyerap air hujan melalui proses infiltrasi, di mana air hujan diserap ke dalam tanah dan masuk ke dalam lapisan tanah bawah, mencegah terjadinya genangan.
Namun, ketika area RTH dikurangi atau bahkan dihilangkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti gedung-gedung, jalan, dan perumahan, maka kemampuan tanah untuk menyerap air berkurang drastis. Permukaan tanah yang tertutup oleh beton, aspal, atau material padat lainnya tidak dapat menyerap air hujan. Akibatnya, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah justru mengalir di permukaan, memperburuk genangan air dan meningkatkan potensi banjir.
Selain itu, pengurangan RTH juga mengurangi keberadaan pohon dan tanaman yang berfungsi untuk menahan aliran air dan memperlambat proses pengaliran air ke saluran drainase. Tanpa adanya penyangga alami ini, saluran drainase menjadi lebih cepat penuh, meningkatkan risiko banjir. Oleh karena itu, hilangnya RTH menjadi salah satu faktor utama yang memicu terjadinya banjir di kawasan perkotaan, seperti Jakarta.
3. Pembangunan yang Tidak Terencana