Wilayah terdampak banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengalami perluasan hingga mencakup dua kecamatan tambahan, yaitu Kecamatan Mijen dan Kecamatan Bonang, berdasarkan laporan terbaru dari Pos Komando Penanganan Bencana Banjir pada Jumat, 22 Maret 2024.
Dengan demikian, total kecamatan yang terdampak banjir menjadi 13. Banjir tersebut disebabkan oleh limpahan genangan air dari Kecamatan Karanganyar yang meluap hingga Kecamatan Mijen, menggenangi sejumlah lahan pertanian warga.
Di sisi lain, Kecamatan Bonang terdampak oleh limpasan air banjir dari wilayah sekitarnya, ditambah dengan banjir rob. Hingga saat ini, delapan kecamatan masih terendam banjir, yakni Kecamatan Karanganyar, Sayung, Demak, Wonosalam, Karangtengah, Gajah, Mijen, dan Bonang. Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak mencatat adanya penurunan yang signifikan pada jumlah pengungsi.
Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, pada Sabtu, 23 Maret 2024, jumlah pengungsi yang masih bertahan di pos pengungsian mencapai 17.078 jiwa tersebar di 97 titik pengungsian. Namun, terdapat empat kecamatan yang sudah tidak memiliki pengungsi lagi, yaitu Kecamatan Mranggen, Kecamatan Karangawen, Kecamatan Guntur, dan Kecamatan Dempet.
BPBD Kabupaten Demak terus melakukan upaya pemompaan air di wilayah Kecamatan Demak dengan melibatkan bantuan mobil pompa dari BPBD Kota Pekalongan, BPBD Kabupaten Jepara, dan BPBD Kabupaten Pemalang. Upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi tingkat genangan air dan membantu mengatasi dampak banjir yang terjadi.
Banjir yang melanda Demak, Jawa Tengah, tidak hanya menjadi peristiwa dramatis bagi seluruh masyarakat yang terdampak, tetapi juga menghadirkan kisah-kisah pribadi yang penuh perjuangan, salah satunya dialami oleh Oktaviyaningrum, seorang warga Kampung Krapyak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak.
Oktaviyaningrum, atau Okta, seperti yang biasa dipanggil, mengalami proses persalinan yang mengharukan di tengah kepungan banjir pada Minggu, 17 Maret 2024. Meskipun rumahnya terkepung banjir, Okta merasakan mulas yang menandakan persalinan akan segera terjadi. Namun, situasi semakin memburuk dengan genangan air yang mulai menggenangi sekitar rumahnya akibat jebolnya tanggul sungai di kampungnya karena hujan dengan intensitas tinggi.
Pada saat yang kritis itu, suaminya masih terlibat dalam upaya bersama warga untuk menutup tanggul dengan menggunakan sandbag, demi mencegah meluasnya banjir. Suami Okta berada pada persimpangan antara menyelesaikan pekerjaan tanggul atau langsung pulang untuk mendampingi sang istri yang akan melahirkan.
Akhirnya, suaminya memutuskan untuk pulang dan membawa Okta ke klinik persalinan. Perjalanan ke klinik tidaklah mudah. Keduanya harus menumpang perahu karet melintasi banjir yang melanda sekitar rumah mereka, kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan mobil. Walaupun jaraknya hanya 30 menit, namun setiap menit terasa penuh dengan ketegangan.