Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Faizal Abidin

Mahasiswa dan Guru PAUD

Ketika Suara Rakyat Tak Lagi Berarti: Demokrasi Tercoreng (BAB 3)

Diperbarui: 3 Maret 2024   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

weebly/Pinterest.com

Bab 3: Bisikan di Balik Jeruji

Beberapa hari berlalu, tak ada kabar dari Bang Burhan. Kecemasan kian memuncak. Reno dan Bang Roni terus berupaya melacak keberadaannya, namun seolah-olah ditelan bumi.

Suatu malam, saat Reno dan Wulan berpatroli di sekitar kantor LSM yang kini dijaga ketat, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Reno. Isinya singkat: "Dermaga tua. Tengah malam. Sendiri."

Jantung Reno berdebar. Ini mungkin petunjuk tentang Bang Burhan. Namun, pesan tersebut mencurigakan. Reno tak ingin ceroboh, tapi ia tak tega mengabaikannya.

"Wulan, aku harus pergi," bisik Reno. "Ada yang mungkin bisa memberi tahu keberadaan Bang Burhan."

Wulan cemas, "Jangan nekat, Ren. Ini bisa berbahaya."

"Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus coba," tekad Reno bulat.

Wulan tak kuasa melarangnya. Dengan berat hati, ia melepas kepergian Reno, tak lupa berpesan agar berhati-hati.

Malam itu, kabut tebal menyelimuti Dermaga Tua. Suasana sunyi senyap, sesekali terusik oleh debur ombak yang menghantam dermaga. Reno berjalan tegang, matanya terus menerus menyapu kegelapan.

Tiba-tiba, sosok berjubah muncul dari balik peti kemas. "Reno?" bisiknya, suara serak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline