Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Faizal Abidin

Mahasiswa dan Guru PAUD

Ketika Suara Rakyat Tak Lagi Berarti: Demokrasi Tercoreng (BAB 2)

Diperbarui: 3 Maret 2024   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

epaper.mediaindonesia.com

Bab 2: Sinar Harapan di Balik Kabut

Reno tersadar. Kepalanya berdenyut, pandangannya kabur. Ia terbaring di ranjang asing, tangannya terinfus. Di sampingnya, Wulan, adik sepupunya, tertidur pulas. Wajahnya pucat, air mata mengering di pipinya.

"Wulan?" panggil Reno pelan.

Wulan tersentak, matanya langsung berkaca-kaca. "Reno! Kamu bangun!"

Wulan memeluk Reno erat. "Bang Burhan di mana?"

Reno menggeleng lemah. "Aku tidak tahu. Mereka... mereka..." suaranya tersendak, teringat kejadian di kantor LSM.

Wulan mengusap air matanya. "Tadi malam kamu dibawa ke rumah sakit. Bang Burhan... polisi belum menemukannya."

Kemarahan dan kekhawatiran bercampur aduk dalam diri Reno. Ia tak bisa tinggal diam. Bang Burhan dan bukti kecurangan harus ditemukan.

"Wulan, aku harus ke kantor LSM. Kita cari Bang Burhan dan bukti itu!" desak Reno, berusaha bangkit.

"Tidak! Kamu belum pulih!" Wulan menahannya.

"Tapi... Bang Burhan..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline