Sinopsis
Tahun 2024. Pemilihan presiden baru saja usai, mengantarkan koalisi Garuda menduduki kursi kekuasaan. Di tengah hiruk pikuk perayaan kemenangan, Partai Banteng, yang sebelumnya berkuasa selama dua periode, harus menelan pil pahit kekalahan. Terlempar dari singgasana, mereka dihadapkan pada dua pilihan: terjebak dalam kekecewaan dan perpecahan, atau bangkit kembali dengan strategi baru. Di bawah kepemimpinan Ketum Watimaga, Banteng memilih jalan yang terjal: menjadi oposisi. Tekadnya bulat: mengkritik kebijakan koalisi Garuda dengan cerdas dan membangun, sekaligus memperkuat internal partai dan merajut kembali kepercayaan rakyat.
Perjalanan Banteng di luar arena kekuasaan tidak mudah. Diuji oleh berbagai rintangan, mulai dari manuver politik koalisi Garuda, upaya pelemahan internal, hingga keraguan para kader, Watimaga dan timnya harus menunjukkan ketangguhan dan strategi jitu. Di tengah gejolak politik dan polemik yang mewarnai lima tahun berikutnya, Banteng menjelma menjadi kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif. Mereka memperjuangkan aspirasi rakyat, menguak borok-borok pemerintahan, dan menawarkan solusi alternatif. Cerita ini bukan sekadar kisah tentang politik dan kekuasaan. Di dalamnya terjalin kisah-kisah inspiratif tentang perjuangan, pengkhianatan, persahabatan, dan cinta di tengah pergolakan politik.
Bab 1: Kejutan di Malam Kemenangan
Hujan deras mengguyur Jakarta malam itu. Di kediaman Ketua Umum Partai Banteng, Watimaga, suasana hening mencekam. Di ruang keluarga yang luas, para petinggi partai tegang menatap layar lebar yang menampilkan hitung cepat perolehan suara Pilpres 2024. Angka demi angka tertera, namun tak seperti yang mereka harapkan. Koalisi Garuda, dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo - Gibran, perlahan tapi pasti, unggul meninggalkan kandidat yang mereka usung.
Watimaga, wanita paruh baya berwibawa dengan kebaya berwarna merah marun, terlihat tenang di permukaan. Namun, guratan kekecewaan tersirat jelas di matanya yang sayu. Di sampingnya, Sekjen partai, Bagas, tak henti mengusap dahinya yang basah oleh keringat dan air hujan.
"Bu, hitung cepat Metro TV sudah mencapai 90 persen. Kita tertinggal 10 persen," bisik Bagas, suaranya bergetar.
Watimaga mengangguk pelan, tatapannya tak lepas dari layar. Di sekelilingnya, para petinggi lain mulai berbisik-bisik risau. Ada yang menyalahkan strategi kampanye, ada yang cemberut tak terima, dan ada pula yang diam membisu, tertunduk pasrah.
Pukul 22.30 WIB, hitung cepat resmi ditutup. Koalisi Garuda dinyatakan sebagai pemenang dengan perolehan suara 54,2 persen. Kekalahan itu bagaikan hantaman badai yang meluluh lantakkan markas Banteng. Suasana hening seketika pecah oleh gumaman kekecewaan dan desahan napas berat.
"Ini tidak mungkin," gumam salah satu petinggi, suaranya parau.