Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Faizal Abidin

TERVERIFIKASI

Mahasiswa

Jokowi Berubah Haluan, Netralisasi Presiden Dipertanyakan?

Diperbarui: 7 Februari 2024   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Presiden Joko Widodo membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2023 di Kota Bogor, Jawa Barat. (Foto: KOMPAS/RHAMA PURNA JATI)

Pernyataan terbaru Presiden Jokowi yang memperbolehkan presiden dan wakil presiden mengikuti kampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara menuai kontroversi. 

Hal ini bertentangan dengan pernyataan sebelumnya di mana Jokowi menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden harus bersikap netral selama pemilihan umum 2024.

Penekanan pada "memperbolehkan" menunjukkan bahwa presiden dan wakil presiden diperkenankan untuk terlibat dalam kampanye, tetapi dengan syarat tertentu, yaitu tidak menggunakan fasilitas yang dibiayai oleh negara. 

Ini menunjukkan adanya pemahaman bahwa partisipasi mereka dalam kampanye politik adalah hal yang dapat diterima, asalkan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan atau sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau politik.

Kontroversi muncul karena perubahan sikap Jokowi dari sikap netralitas yang dia tegaskan sebelumnya. Netralitas presiden dan wakil presiden selama pemilihan umum merupakan prinsip yang dianggap penting dalam sistem demokrasi, karena mereka dianggap sebagai pemimpin negara yang harus mengayomi seluruh rakyatnya tanpa kecenderungan politik tertentu. 

Pendekatan yang sekarang diambil oleh Jokowi bisa memunculkan kekhawatiran bahwa kehadiran mereka dalam kampanye bisa dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan politik tertentu, terutama jika tidak ada mekanisme yang cukup kuat untuk memastikan bahwa partisipasi mereka dilakukan dengan adil dan tanpa penyalahgunaan kekuasaan.

Sementara itu, beberapa pihak mungkin mendukung keputusan ini dengan alasan bahwa partisipasi aktif dari kepala negara dalam proses politik dapat meningkatkan keterlibatan publik dan kesadaran politik, serta memperkuat hubungan antara pemerintah dan rakyat. 

Dengan demikian, perubahan sikap Jokowi dalam hal ini memunculkan debat tentang keseimbangan antara hak politik individu, prinsip netralitas dalam demokrasi, dan penggunaan kekuasaan negara untuk kepentingan politik pribadi.

Perubahan sikap ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai komitmen Jokowi terhadap netralitas dalam pemilihan umum. Apakah pernyataan terbarunya merupakan bentuk inkonsistensi atau sebuah strategi politik? 

Pertanyaan tersebut mencerminkan kekhawatiran bahwa perubahan sikap Jokowi dari menegaskan netralitas presiden dan wakil presiden menjadi memperbolehkan mereka terlibat dalam kampanye, meskipun dengan batasan, dapat dianggap sebagai inkonsistensi dalam pandangan politiknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline