Pada tanggal 6 Juli 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah sepakat untuk mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu perubahan yang disetujui adalah peningkatan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Artinya, sebelumnya kepala desa dipilih atau menjabat selama 6 tahun, tetapi setelah revisi ini, masa jabatannya diperpanjang menjadi 9 tahun. Perubahan ini berdampak pada periode waktu di mana kepala desa akan memimpin dan bertanggung jawab atas pembangunan dan pengelolaan desa. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan stabilitas dan kesinambungan dalam pembangunan desa dengan memberikan lebih banyak waktu bagi kepala desa untuk menjalankan tugasnya.
Perubahan ini tentu saja menimbulkan pendapat yang beragam. Para pendukung (proponents) berargumen bahwa penambahan waktu dalam masa jabatan kepala desa akan memberikan peluang kepada mereka untuk menyelesaikan program pembangunan desa yang masih belum selesai. Selain itu, perpanjangan masa jabatan diharapkan dapat mengurangi ketegangan di desa yang mungkin terjadi akibat adanya pemilihan kepala desa.
Dengan kata lain, para pendukung percaya bahwa kebijakan ini akan memberikan stabilitas dan kesinambungan dalam pelaksanaan program-program pembangunan, karena kepala desa memiliki waktu yang lebih panjang untuk melaksanakan rencana-rencana tersebut. Selain itu, perpanjangan masa jabatan dianggap dapat mengurangi konflik atau polarisasi di tingkat desa yang mungkin muncul ketika terjadi pemilihan kepala desa secara teratur.
Sementara itu, para penentang (opponents) berpendapat bahwa penambahan waktu dalam masa jabatan kepala desa dapat meningkatkan risiko terjadinya tindak korupsi dan kolusi. Selain itu, perpanjangan masa jabatan dianggap dapat membatasi peluang bagi generasi muda atau kader-kader muda untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa.
Dengan kata lain, mereka yang menentang kebijakan ini berpendapat bahwa risiko korupsi dan kolusi bisa bertambah karena kepala desa memiliki periode jabatan yang lebih lama, sehingga ada potensi penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, perpanjangan masa jabatan dianggap dapat menghambat partisipasi kader-kader muda dalam kepemimpinan desa, yang dapat membawa ide-ide segar dan perspektif baru untuk kemajuan desa.
Secara umum, saya setuju dengan keputusan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa. Peningkatan durasi masa jabatan diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada kepala desa untuk menyelesaikan program-program pembangunan desa yang masih belum selesai. Selain itu, perpanjangan masa jabatan diharapkan juga dapat mengurangi ketegangan di desa yang mungkin timbul akibat adanya pemilihan kepala desa.
Dengan kata lain, pandangan saya adalah bahwa kebijakan ini dapat memberikan stabilitas dan kesinambungan dalam pelaksanaan program pembangunan desa, karena kepala desa memiliki periode jabatan yang lebih lama untuk mengimplementasikan rencana-rencana pembangunan. Selain itu, diharapkan pula bahwa perpanjangan masa jabatan dapat mengurangi konflik internal di desa yang bisa terjadi ketika terjadi pemilihan kepala desa secara berkala.
Namun, perlu diingat bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa juga membawa potensi risiko. Oleh karena itu, diperlukan adanya mekanisme pengawasan yang kuat guna mencegah terjadinya korupsi dan kolusi. Selain itu, penting untuk menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan bagi kepala desa agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Dengan kata lain, kita perlu menyadari bahwa kebijakan ini bisa membawa risiko tertentu, terutama terkait dengan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang efektif untuk memastikan integritas dan transparansi dalam pelaksanaan tugas kepala desa. Selain itu, melalui pembinaan dan pelatihan yang tepat, kepala desa dapat lebih siap dan kompeten dalam menjalankan tanggung jawabnya, sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif untuk pembangunan desa.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi potensi risiko perpanjangan masa jabatan kepala desa: