Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Shodiqy

Deky Ahmad

Permana

Diperbarui: 10 Oktober 2019   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia selalu gagal menghitung jumlah jeram sungai yang buncah menyilang,
memotong alis kekasihnya. Penaka badal yang ditakdirkan untuk terus mengganggu musim-musim yang angkuh.

Tak dapat lagi ia jangkau wilayah dan nusa-nusa yang rindu janjikan.
Nanun sudah ia titipkan sentuhan itu pada ciuman purba_masa depannya telah mati di pancung seutas senyum gelandangan asing.

Hari ini bening, pening, hening dan kuning. Senjanya menawarkan separuh kesempatan untuk mengaduk dingin secangkir pahit duka lara Pablo Neruda: "kau terbuat dari segalanya, tetapi jarak menelan segalanya."

Hujan diutus untuk menyelinap_menuntun air mata yang tergesa-gesa.
Sebab hidup adalah jawaban dari pertanyaan yang tidak ada.
Maka menangislah dengan sederhana. Mereka yang tidak ikut memiliki, tidak berhak merasa kehilangan. Tidak berhak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline