Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Paramasatya

sedang mencoba untuk tidak coba-coba

Langgar Kidul, Kiblat Serong, dan Amarah Kiai Pengulu

Diperbarui: 14 Oktober 2021   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto kotak putih tempat Kiai Dahlan mengkoreksi arah kiblat di Langgar Kidul. (Dokumentasi pribadi penulis, 2021)

"Pring reketeg gunung gamping ambrol... pring reketeg gunung gamping ambrol... ayo tarik sing kuat!... pring reketeg gunung gamping ambrol... brak!, bruk!" -robohlah Langgar Kidul milik Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Kira-kira begitulah dalam film Sang Pencerah, garapan Hanung Bramantyo, menggambarkan suasana ketika para pria bertubuh besar dan orang-orang suruhan Kanjeng Kiai Pengulu Cholil Kamaludiningrat berbondong-bondong merobohhkan Langgar Kidul pada suatu malam di bulan Ramadan.

Langgar di Kauman

Langgar, surau, atau musala merupakan semacam masjid kecil, tempat untuk mengaji atau bersalat umat Islam. Langgar, bagi Kampung Kauman Yogyakarta bukan lagi hal yang asing. Langgar telah menjadi sendi-sendi kehidupan bagi Kampung Kauman yang kental dengan kehidupan beragamanya yang taat. Setidaknya ada tujuh langgar yang bertahan hingga kini, yaitu Langgar Kidul, Langgar Makmur, Langgar Az-Zakirin, Musala Aisiyiyah, Langgar Ar-Rasyad, dan Langgar Dhuwur.

Dari langgar-langgar tersebut ada satu yang pernah membuat geger gedhen di Kauman, yakni Langgar Kidul. Langgar yang dinamakan karena posisinya yang paling mojok di kidul atau selatan ini merupakan musala milik Kiai Haji Abu Bakar yang kemudian diturunkan ke putranya, Kiai Haji Ahmad Dahlan yang kondang dengan gerakan radikal pembaharuan sosial-keagamaannya. K.H. Ahmad Dahlan kemudian menggunakan langgar tinggalan ayahnya ini sebagai basis kegiatannya. Selain itu, memang pada umumnya setiap langgar yang ada di Kauman berdampingan dengan rumah kiai pemiliknya, termasuk juga Langgar Kidul.

Keresahan Arah Kiblat

Kiai Dahlan yang telah berhaji sekaligus menimba ilmu di Mekkah, merasa ada janggal dengan arah kiblat masjid-masjid di Jawa saat ia berdakwah dan berdagang ke beberapa wilayah. Sebagai muslim yang paham dengan urgensi posisi kiblat dan sebagai orang yang meguasai ilmu falak (astronomi), ia merasa terusik dengan arah kiblat yang lurus ke barat, hanya beberapa masjid saja yang arahnya benar hanya kerena posisinya yang selaras. Maka Kiai Dahlan pun melakukan mini riset dengan kompas dan peta dunia. Dari risetnya ini kemudian tersimpulkanlah jawaban bahwa selama ini masjid-masjid di Jawa yang kiblatnya menghadap lurus ke barat bukan mengarah ke Ka`bah di Mekkah, melainkan justru ke arah Afrika dan agar kembali ke Mekkah harus diserongkan ke utara sebesar 24 derajat.

Foto goresan menyerupai "X" sebagai tempat Kiai Dahlan mengoreksi arah kiblat. (Dokumentasi pribadi penulis, 2021)

Maka dibentuklah sebuah musyawarah yang mengundang para kiai dan ulama kondang di Yogyakarta untuk datang ke Langgar Kidul, guna berdiskusi mengenai pembetulan arah kiblat. Hasil musyawarah yang dihujani berbagai macam pendapat ini, ternyata tidak memuaskan hati Kiai Dahlan. Dalam diskusi yang selesai sebelum subuh itu, banyak ulama yang menolak ide Kiai Dahlan, bukan hanya dari segi dalil agama, tetapi yang paling lantang bersuara karena alat-alat riset (peta dan kompas) Kiai Dahlan tentang arah kiblat ini bikinan Belanda. Sehingga sangat dimungkinkan gebrakan Kiai Dahlan adalah salah. Sentimen anti-Belanda sangat kuat dirasakan, sampai-sampai apabila menggunakan barang hasil ciptaan orang Belanda, maka dianggap kafir dan murtad dari Islam. Walau demikian, sejak saat itu Kiai Dahlan tetap teguh hati tentang posisi arah kiblat, dengan posisi salat kiai dan murid-muridnya yang selalu serong ke utara, tidak lurus ke barat. Arah kiblat ini termasuk yang diterapkan untuk salat di Langgar Kidul.

Pada suatu siang menjelang waktu zuhur, penjaga Masjid Gedhe Kesultanan Yogyakarta terkejut bukan kepalang ketika melihat lantai di ruang salat utama telah bergaris putih kapur dengan arah yang menyerong ke utara. Kejadian ini kemudian dilaporkan kepada Kanjeng Kiai Penghulu Cholil Kamaludiningrat. Kiai Pengulu marah karena merasa direndahkan wibawanya dengan aksi ini. Walau awalnya tidak diketahui siapa yang pelakunya, tetapi Kiai Dahlan telah dicurigai dan dipanggil oleh Kiai Pengulu untuk ditanyai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline