Lihat ke Halaman Asli

Keberadaan Kompasiana Terancam RPM Konten Multimedia

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang konten Multimedia dinlai berpotensi represif. Terutama dengan kehadiran Tim Konten Multimedia yang akan dibentuk oleh Menteri. Karena Tim Koneten Multimedia bisa dianalogikan sebagai Komisi Penyiaran atau Dewan Pers, karena penyelenggara wajib menyampaikan Laporan pemantauan kontennya setiap tahun, dan penyelenggara akan dicabut izinnya bila melanggar. Berdasarkan pasal 23 RPM Konten Multimedia, disebutkan bahwa Tim Konten Multimedia akan melaksanakan pemeriksaan terhadap satu atau serangkaian konten yang berdasarkan Laporan dan/atau Pengaduan dari masyarakat, penegak hukum, dan/atau Penyelenggara diduga merupakan Konten yang dilarang. Pemeriksaan dilakukan oleh 5 (lima) orang anggota Tim Konten Multimedia. Tim Konten Multimedia dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan jumlah anggota paling banyak 30 orang dan masa kerja satu tahun dan Tim Konten Multimedia dipimpin oleh seorang Ketua yang dijabat oleh Direktur Jenderal. Komposisi Tim Konten Multimedia terdiri atas 50 persen  dari unsur Pemerintah dan 50 persen dari unsur masyarakat yang berkualifikasi sebagai ahli atau profesional. Menurut Bapak Blogger Indonesia Enda Nasution, dengan kehadiran tim ini akan membuat industri di dunia maya akan sulit untuk berkembang karena banyak yang akan takut untuk membuka bisnis di dunia maya. "Saya sendiri juga penyelenggara, dan saya tak mungkin mampu untuk mengawasi konten yang diposting selama 24 jam secara penuh, pemerintah sepertinya melemparkan tanggung jawab pengawan kepada penyelenggara dan harus memberikan laporan konten apa saja yang ada setiap tahun kepada Tim," kata Enda. Seperti dirilis okezone.com hari ini. Jadi pemerintah harus mengajak masyarakat untuk membicarakan dulu terhadap isi Rancangan Peraturan Menteri tersebut, kalau memang harus dibentuk suatu peraturan isinya jangan sampai membelenggu kebebasan pers dan juga kebebasan berpendapat masyarakat. Karena kalau dipaksakan akan memberangus keberadaan muldimedia maya yang sekarang ini sudah menyebar dan memasyarakat seperi Facebook,  Twitter, Kompasiana, dan blog-blog lainnya maupun website-website berita online dan lain sebagainya. Karena tidak mungkin para pengelola situs yang disebutkan tadi harus mengadakan pengawas dari pada konten situsnya setiap saat. Belum lagi dari sisi kedudukan suatu peraturan terhadap peraturan yang lebih tinggi hirarkinya. Karena diduga RPM  ini akan bertentangan dengan UU maupun UUD 45 yang pasti mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Coba kita simak pendapat Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Mahfud MD seperti dimuat oleh detik.com hari ini berikut ini. Peraturan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) soal Konten Multimedia dikritik. Seharusnya untuk mengatur kebebasan berbicara menggunakan UU, bukan peraturan menteri. "Pada prinsipnya, dalam UUD, mengeluarkan pendapat baik tulisan atau lisan dan kebebasan berbicara itu diatur oleh UU. Bukan oleh Permen atau PP," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD usai menghadiri silaturahmi ikatan alumni UII di Gedung Dephub, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (14/2/2010). RPM konten ini dibuat Kominfo sebagai peraturan yang mengatur soal isi dari sebuah produk multimedia. "Jadi soal pembatasan, pada prinsipnya UU bukan PP atau Permen. Apalagi setiap upaya yang ingin membelenggu kebebasan pers, harus dengan UU. Karena dalam pasal 28 jo ayat 2 hak setiap orang itu dibatasi oleh hak orang lain dan hak kewajibannya oleh bangsa dan negara," tutup Mahfud. Kalau melihat dari statement dari seorang Ketua Mahkamah Konstitusi ini, jika sekiranya RPM Konten Multimedia ini dipaksakan untuk diundangkan, maka  kemungkinan besar Peraturan Menteri tersebut akan kalah saat ada masyarakat yang mengajukan yudicial review ke Mahkamah Konstritusi terhadap keberadaan RPM tersebut yang menyalahi UU 40 No.  tahun 1999 perihal Undang- Undang Pers, serta juga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 tentang Kebebasan Berserikat dan Mengeluarkan Pendapat. Semoga !!! (AM, 14 Feb. 2010). Artikel ini juga bisa diakses di blog : http://khozanah.wordpress.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline