Lihat ke Halaman Asli

UU Partai Politik Menempatkan Parpol Semodel Badan Usaha

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak salah kalau yang disebut politikus bisa seperti kutu loncat. Itu karena UU Parpolnya pun sudah jauh panggang dari api. Uraian disana secara tidak langsung telah mendefinisikan dengan sengaja partai politik tak ubahnya badan usaha.

Disini tidak ingin membeberkan isi UU-nya, pasal demi ayat berikut dengan UU perubahannya. Kalau diurai satu persatu selain bikin pegel tangan juga bukan tempatnya. Sebab tempat untuk menguji kan di kantor MK. Lagian saya bukan bung Yusril, yang menangguk diair keruh. Kenapa?
Karena masalah hukum dan ketatanegaraan di negeri ini bukan hanya satu dua masalah UU. Dan UU Parpol salah satu dari ribuan UU yang sudah tumpang tindih tak karuan, yang harus ditertibkan. Dimana itu permasalahan besarnya bermuara pada UUD-nya. Karena UUD-nya, membuat cita - cita bangsa yang tertuang didalam Pembukaan UUD'45 tidak pernah sampai - sampai. Mungkin dikerjakan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya, sehingga tidak dilakukan dengan seksama. Yang kemudian diikuti kesininya mewariskan secara estapet, setiap membuat UU atau peraturan dilakukan dengan tempo yang sesingkat - singkatnya. Barangkali bisa begitu ada doa dari proklamasi.
Sekalipun kalau ini ada pengaruh dari doa proklamasi, setidak - tidaknya segera melakukan pengkajian dalam cara pandang dan kerja dalam setiap menyusun satu UU, apalagi yang dibukukan sebagai kitab, sebelum membuat dan atau merubah. Jika punya itikad sungguh demi bangsa dan seluruh tumpah tanah air.

Dan sekalipun dilakukan perubahan pada UUD-nya, tidak akan ketemu perbaikan yang benar - benar jitu menjawab persoalan bangsa, kalau tidak dilandaskan hati - hati yang memiliki rasa cinta kepada tanah air begitu besar. Jadi tidaklah salah kalau banyak yang antipati terhadap anggota dewan atau para penyelenggara negara. Itu UU-nya melegalisir maunya nafsu setiap manusia, bukan membatasi dan atau menempatkan fungsi yang benar - benar proporsional berdasarkan rujukan rumusan yang sebenarnya. Ujungnya negara ini tidak akan mampu memerangi KKN siapa pun yang akan duduk menjadi orang no. 1.

Orang - orang juga karena tumpang tindihnya UU, kebanyakan mereka pesimis terhadap siapapun yang akan duduk di dpr dan di pemerintahan, bakal menjawab hidup mereka yang bertebaran hidup di setiap jengkal wilayah NKRI. Oleh karena UUD-nya tadi.

Inilah kenyataan yang kita hadapi, terus dibikin bising oleh bermacam - macam kejadian yang kontraproduktif ditambah tak ada hasil apa - apa kalau tidak dibilang stag dari kinerja orang - orang di senayan dan di istana. Matanya seperti diberi sepasang penutup kaya penutup mata kuda, yang dilihatnya cuma satu meributkan apbn. Apa saja muncul masalah, kemudian diapungkan bermacam solusi ujung - ujungnya minta anggaran atau minta nambah anggaran.

Dan situasi Indonesia kini ceritanya akan terus berlanjut mencapai titik nadir, kebuntuan.

Selamat bersantap sahur!
Adios.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline