Kisah Onan: Dekonstruksi Etika, Hukum Alamiah, dan Tanggung Jawab Sosial.
Kutipan lengkap dari Kitab Kejadian 38:8-10 (Terjemahan Bahasa Indonesia):
"Yehuda berkata kepada Onan, 'Campurilah isteri kakakmu itu dan nikahilah dia, supaya engkau membangkitkan keturunan bagi saudaramu.'
Tetapi Onan mengetahui bahwa keturunan yang akan dilahirkan tidak akan menjadi miliknya. Setiap kali ia menggauli isteri saudaranya itu, ia melepaskan benihnya ke tanah supaya ia tidak memberikan keturunan kepada saudaranya.
Apa yang dilakukannya itu jahat di mata TUHAN, sebab itu dibunuh-Nya juga."
Versi dalam Bahasa Inggris (New International Version):
"Then Judah said to Onan, 'Sleep with your brother's wife and fulfill your duty to her as a brother-in-law to raise up offspring for your brother.'
But Onan knew that the child would not be his; so whenever he slept with his brother's wife, he spilled his semen on the ground to keep from providing offspring for his brother.
What he did was wicked in the Lord's sight; so the Lord put him to death also."
Konteks penting:
- Bagian dari tradisi "levirate marriage"
- Bertujuan menjaga keberlangsungan garis keturunan
- Menggambarkan konsekuensi moral dalam sistem sosial tradisional
Dalam kompleksitas narasi alkitabiah, kisah Onan membuka cakrawala filosofis yang melampaui sekadar catatan historis. Narasi ini menghadirkan interogasi mendalam tentang relasi antara individu, sistem sosial, dan hukum alamiah, di mana setiap tindakan personal memiliki implikasi yang jauh melampaui batas-batas individual. Konteks historis menunjukkan bahwa sistem "levirate marriage" bukanlah sekadar protokol sosial, melainkan mekanisme fundamental dalam menjaga kontinuitas keluarga dan masyarakat. Onan, melalui tindakannya, tidak sekadar menolak kewajiban reproduktif, tetapi secara sistematis mengancam struktur solidaritas yang telah terajut secara kompleks dalam masyarakat tradisional.
Dimensi etika yang terungkap melampaui norma konvensional. Pengkhianatan Onan terhadap tanggung jawab kekeluargaan membuka ruang interogasi tentang batasan moralitas. Tindakannya bukan sekadar pelanggaran personal, melainkan representasi dari fragmentasi ikatan sosial yang lebih fundamental, di mana kepentingan individual mulai mengerus solidaritas kolektif. Perspektif hukum alamiah menghadirkan analisis kritis tentang fungsi reproduktif. Penolakan Onan terhadap proses regenerasi biologis dapat dibaca sebagai manifestasi awal dari disrupsi sistemik, di mana logika natural mulai tergeser oleh konstruksi artifisial yang digerakkan oleh kepentingan individual semata. Dalam kerangka hukum darurat, nyawa dan fungsi reproduktifnya menjadi titik kritis yang mengaktifkan mekanisme penyelamatan eksistensial. Setiap tindakan yang mengancam kontinuitas kehidupan membuka ruang dialektika antara norma hukum dan realitas empiris yang senantiasa berubah. Signifikansi filosofis dari kisah ini terletak pada kemampuannya membongkar lapisan-lapisan kompleks tentang hubungan antara individu, masyarakat, dan sistem normatif. Ia tidak sekadar mendekonstruksi etika tradisional, tetapi juga menghadirkan pertanyaan fundamental tentang otonomi individual dalam kerangka tanggung jawab kolektif.
Kisah Onan dengan demikian menjadi semacam arkeologi filosofis yang membongkar mekanisme pergulatan manusia dengan norma, etika, dan struktur sosial. Ia menghadirkan refleksi kritis tentang bagaimana setiap tindakan personal berpotensi mentransformasi sistem nilai yang telah mapan. Kesimpulannya, narasi ini jauh melampaui sekadar catatan historis. Ia adalah peta filosofis yang menjelaskan kompleksitas hubungan antara individu, masyarakat, dan sistem normatif, di mana setiap gerak dan tindakan memiliki resonansi yang jauh lebih dalam daripada yang tampak secara kasat mata. Implikasi penelaahan ini membuka ruang dialog kritis tentang evolusi norma sosial, transformasi etika, dan dinamika hubungan antara kepentingan personal dan tanggung jawab kolektif, yang senantiasa dinamis dan tak pernah final.