Orkes Ba'da Isya: Mengucapkan Puisi dengan Komposisi Musik.
Ketika, Struktur Lirik Puitis Adalah Sebuah Notasi Chord.
Setiap individu adalah seniman bagi dirinya, sebuah estetika puisi, bagi mereka yang tidak berkonsentrasi pada dunia tulis menulis bentuk karya tersebut, dengan pilihan peralatan yang secara umum dipakai.
Dalam pengertian ini Orkes Ba'da Isya, berpuisi melalui komposisi dan variasi chord, dalam presentasi dan preseden musikalisasi bait dan lirik dalam beberapa karya puisi para penyair yang terpilih sebagai bagian debut, yang ( - meminjam kata, yang di ucapkan personil Orkes Ba'da Isya sendiri) sebagai frase yang relate, atau terhubung bagi domain realitas puitik para personelnya.
Saya, rasa dari sudut pandangan batasan pengertian ini tentu saja, saya merasa sepakat, tentang persoalan kepenulisan para pelantun musikalisasi puisi (Orkes Ba'da Isya) sebagai bagian dari puisi yang puitik yang di tulis di atas telinga para pendengar dan penikmati musik, kontemporer, seperti halnya Orkestra Ba'da Isya melalui atribut, yang baik secara teoritik, atau juga teknis.
Termasuk, dalam persolan pengusungan tema, dan topik, di dalam puisi yang dimusikalisasi. Ketika, kondisi yang sejalan merumuskan arus estetika puisi, sebagai panorama yang ritmis, dalam rima chording, dari Orkes Ba'da Isya, juga karakter vokalis yang adalah merupakan distingsi dalam jenis versi dan variasi dan semangat, vokalitas yang tersendiri, begitu softly.
Membunuh, noice dalam frekuensi, kesunyian, ketika seseorang tidak bisa tidur, demi memikirkan keinginan yang harus dialamatkan kepada entah siapa. Setidaknya, harapan hasil karya, musikalisasi, dan komposisi musik, Group Orkes Ba'da Isya, yang bergenre dramatis, dan juga teaterikal, seakan, sebuah garis kolosal, yang menyentuh panorama, dinding-dinding simponi dan harmoni yang mengelupas catnya, sebiru angkot Rajabasa yang habis trayeknya.
Sebagai orang yang memiliki kans terhadap pretensi dunia artistik, saya tidak ingin mematikan kreativitas, dalam pengertian mengekang kebebasan siapa pun dalam berekspresi, dan juga menentukan, siapa pun dalam mengusung kebutuhan dirinya, sebagai instrumen yang menyuarakan arti, dari pengertian subjektif tentang ihwal semacam berkesenian tentu saja.
Baik, sebagai paradigma yang temporer, atau kontemporer, dalam kapasitas, bahasa yang dimengerti secara mendalam sebagai bagian dari identitas para pekerja seni. Tentu, juga disamping apresiasi yang kemudian beragam sebagai atensi dan ruang tanggapannya.
Dari para penggemarnya, dan juga termasuk halnya, orang seperti saya, yang sedikit banyak mengamati, perihal yang menurut saya, hadir sebagai keberadaan yang mendefinisikan ulang, tentang, perkembangan, seni dan teater, dan menuangkannya dalam bentuk, karya-karya terbaik mereka.