"Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa laksana mengukir di atas air". Mungkin pera pembaca pernah mendengar lagu qosidah di era tahun 80 ini. Ya sebagian syairnya memang benar tetapi sebagian yang lain butuh dikritisi, karena belajar itu bisa sepanjang hayat.
Muhammad SAW menyampaikan bahwa belajar itu dari mulai lahir sampai masuk ke liang lahat. Bahkan pada suatu Hadist disampaikan " Belajarlah walau sampai ke negeri Cina ". Allah SWT pun menyampaikan keutamaan pencari ilmu dibanding ahli ibadah itu satu derajat lebih tinggi. Wow. Ternyata educated dan literated people sangat dihargai di dunia manapun.
Belajar bagi seorang anak identik dengan sekolah . Padahal sebetulnya belajar itu sepanjang hayat. Waktu yang dihabiskan seorang anak kira-kira 8 jam sehari sedangkan 16 jam yang lain adalah untuk kehidupan di rumah dibawah monitor orang tua dan juga saudara sekandungnya. Itu artinya peranan orang tua sangat dominan dan menentukan keberhasilan seorang anak demi masa depannya.
Kesuksesan seorang anak tidak hanya dilihat dari nilai akademik yang bagus tetapi juga talenta yang dioptimalkan dan sikap yang baik atau terpuji. Nilai akademik bisa dipacu dengan membari les tambahan atau memperhatikan cara belajar dan efekfitas belajar di rumah.
Talenta diperoleh dengan cara identifikasi dan setelah menemukan dilanjutkan dengan latihan yang terus menerus untuk membuat seorang anak trampil dan layak tampil. Talenta inilah yang bisa juga mempengaruhi keberhasilan maupun profesi seorang anak kelak.
Selanjutnya yang terpenting adalah karakter atau attitude atau perilaku . Orang sering mengkaitkannya dengan adab dan sopan santun. Mungkin terminologi di atas mempunyai makna yang berbeda -- beda tetapi intinya tetap satu yaitu bagaimana membiasakan anak untuk berperilaku terpuji.
Orang Jawa bilang " dadio wong kang pinter lan pener". Artinya jadilah orang yang pandai/ terampil sekaligus juga menjadi orang yang mempunyai attitude yang baik .
Bila dihubungkan dengan kompetensi saat ini maka anak yang baik akan mempunyai IQ ( Intellengence Quotient ), EQ ( Emotional Quotient ) dan SQ ( Spiritual Quotient ) yang sangat tinggi.
IQ yang tinggi diolah lewat potensi akademik yang membanggakan. EQ yang baik dibiasakan dengan ragam kebaikan dan kebijaksanaan. SQ yang baik akan tampak bila ibadah yang tidak hanya kognitif tapi aplikatif itu bisa dipelihara.
Jadi, orang tidak cuma pandai atau rajin beribadah tetapi bagaimana mengaplikasikan ibadah itu dalam keseharian. Pedagang yang jujur, Polisi yang amanah, guru yang edukatif, wartawan yang profesional , penyair yang menjaga amanah Tuhan, ustadz yang menjadi contoh yang baik, politisi yang santun dan tidak korupsi, pebisnis yang bekerja keras dan ingat orang lemah itu semua adalah contoh yang baik bagi anak untuk diteladani. Orang- orang itu mempunyai inner beauty yang tak terbantahkan.
Di sisi lain EQ, SQ dan IQ ini semua berada dalam koridor Multiple Intellegence ( Kecerdasan Ganda ). Artinya seorang anak bisa mempunyai beberapa macam kecerdasan bila dioptimalkan oleh orang tuanya.