Lihat ke Halaman Asli

Ahlan Mukhtari Soamole

Menulis untuk menjadi manusia

Antara Nafsu dan Rasio, Siapa yang Terkuat?

Diperbarui: 29 Maret 2019   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                      Sumber Gambar : doc pribadi

gvr-5c9e49a195760e09b06aa7d2.jpg

                                                                                                                                           Sumber gambar : doc pribadi

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*

Suatu pemberitahuan yang tidak baru lagi pada kita semua bahwa hal paling berpengaruh dalam diri kita dan dapat membawa seseorang pada kehidupan yang gaduh, teralienasi dan tercampak, pengaruh itu karena suatu dorongan hasrat di dalam diri yang begitu kuat menghantui siapa saja, apakah hasrat itu dengan kekuatan pikiran akal lebih kuat atau nafsu.

Tak dapat dipungkiri seseorang yang berjanji dengan kuat dalam dirinya bahwa akan hidup dengan rasionalitasnya dan tidak tunduk samasekali pada keinginan-keinginan besar dalam hidupnya keputusannya semisal tak lagi memikat wanita, tak lagi berhubungan  secara bebas atau tak lagi memenuhi hasrat berbelanja di pasar mall dll yang menguras uang begitu banyak. 

Namun seiring berjalannya waktu keputusan itu terkadang tak dapat dibatasi atau dituruti bahkan kita lebih terpengaruh dengan dorongan-dorongan itu, sedangkan rasio yang dianggap paling utama dalam memutuskan sikap itu nampak dilampaui oleh dorongan hasat begitu kuat, apa sebenarnya itu nafsu dan akal mengapa kedua ini semakin mengungguli apakah tuhan pencipta makhluk hidup khususnya manusia telah mengetahui dan menerapkannya pada manusia bahwa terkadang pada dirinya diungguli oleh akal dan terkadang pada dirinya diungguli oleh nafsu.

Beberapa waktu lalu pembunuhan yang terjadi di bagian timur Indonesia (2019) dilakukan oleh seorang akademisi bergelar doktor di salah satu perguruan tinggi negeri di ternama terhadap seorang wanita bagian administrasi kampus, dengan motiv pembunuhan adalah sikap mencampuri urusan pribadi pelaku yang dilakukan oleh korban (yang merupakan keluarga dekat pelaku), ungkap pelaku doktor tersebut. 

Hal paling nyeleneh mengapa seorang doktor identik telah berada pada tataran tingkat rasionalitas yang mumpun namun tindakannya yang mencerminkan dominasi nafsunya terhadap akalnya, mengapa akal dan nafsu saling mengungguli ? sebenarnya siapakah mereka ?. Dorongan nafsu untuk membunuh telah menyelimuti keputusan utamanya sebagai kehendak utama manusia daripada nafsu yang dimiliki hewan lainnya ?

*Penulis adalah pegiat belajar Filsafat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline