Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat besar. Kebutuhan akan transportasi lautpun kian meningkat setiap tahunnya biaya angkutan laut yang jauh relatif lebih murah dibandingkan angkutan udara membuat angkutan laut tidak pernah sepi dari penumpang. Kemampuan angkutan laut yang mampu mengangkut lebih banyak dibandingkan angkutan darat dan udara menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi masyarakat untuk menggunakan transportasi laut. Transportasi laut ternyata bukan hanya mengangkut penumpang melainkan juga mengangkut kebutuhan-kebutuhan dalam sekala besar seperti batu bara, minyak, curah, dan barang-barang lainnya dalam skala yang cukup besar. Tentunya dengan peran Transportasi laut yang sangat penting seharusnya ada keseriusan pemerintah dalam mengelola kapal- kapal yang beroperasi di Indonesia.
Indonesia yang terdiri dari gugusan pulau sudah pasti sangat membutuhkan kondisi transportasi laut yang baik. Unuk itu dalam hal ini perlu adanya sebuah keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan perbaikkan transportasi laut. Melihat kondisi transportasi laut saat ini memang sangat menyedihkah karena sangat jarang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hal tersebut menyebabkan tidak terpantaunya berbagai regulasi yang telah di tetapkan demi menjaga keselamatan kapal. Tentunya hal ini dapat dilihat bagaimana kondisi kapal-kapal di indonesia baik secara teknis maupun nonteknis. Hampir setiap tahunnya terjadi kebakaran kapal di laut indonesia, serentak hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagaimana dengan sejarah indonesia sebagai negara maritim.
Jika kita melihat kondisi pada tiga bulan terakhir terlihat bahwa kebakaran kapal seolah menjadi suatu hal yang lumrah untuk indonesia. Hal ini dapat dilihat hampir setiap satu bulan bisa dipastikan kapal indonesia terbakar. Bermula dari Kapal cepat Ekspres Bahari yang berangkat dari Pelabuhan Pangkalbalam, Pangkal Pinang (Pulau Bangka) menuju Pelabuhan Tanjung Pandan (Pulau Belitung) terbakar saat dalam perjalanan (22/08/2013). Dalam laporan terakhir kebakaran Kapal Cepat Ekspres Bahari menelan korban yakni 6 orang tewas dan 7 orang hilang. Setelah itu pada tanggal (13/08/2013) dua kapal pengangkut bahan bakar minyak, yakni KM Sakila Jaya dan LCT Nurul Iksan terbakar di dermaga pelabuhan rakyat Kelapa Lima Merauke. Kerugian akibat kebakaran tersebut diperkirakan mencapai miliaran rupiah, lantaran kedua kapal mengangkut ratusan ton bahan bakar. KM Sakila Jaya bertonase lima ton dan LCT Nurul Iksan 05 bertonase 150 ton.
Kemudian berlanjut kejadian terbakarnya kapal nelayan pada 15/08/ 2013 di penjaringan Jakarta Utara. Ditambah Kapal nelayan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, terbakar saat sandar di pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Selayar sekitar pukul 16.15 Wita. kebakaran kapal bantuan nelayan bernama Inka Mina senilai Rp1,3 miliar tersebut. Kemudian yang terakhir pada bulan september ini adalah MV Pramuditya yakni kapal pengangut batu bara yang terbakar di Perairan Salira Merak, Banten. Nampaknya cukup terlihat bagaimana kondisi perkapalan di negara indonesia saat ini. Gambaran jelas bahwa kondisi maritim indonesia masih sangat memilukan.
Kejadian ini merupakan sebuah evaluasi besar bagi insan perkapalan indonesia. Saat kita melihat bagaimana kronologis kejadian terbakarnya kapal, sayangnya sangat sedikit informasi yang membeberkan kejadian tersebut, kebanyakan dari media menyapaikan masih mencari faktor terbakarnya kapal-kapal tersebut. Hal ini menunjukkan kebakaran kapal masih menjadi hal yang lumrah tanpa dilakukan evaluasi terhadap kejadian-kejadian yang terjadi. Tentunya kasus semacam ini seharusnya menjadi sebuah sorotan ilmiah bagi insan perkapalan indonesia. Bagaimana tidak sangat jelas terlihat bahwa peran dari Syahbandar, Biro Klasifikasi, dan pemilik kapal bertanggung jawab dalam kasus ini. Syahbandar sebagai sebagai pemegang otoritas pelabuhan seharusnya mampu melakukan inspeksi dengan akurat terutama terhadap kondisi alat keselamaan yang ada di atas kapal, karena dalam hal ini Syahbandar mempunyai kekuasaan penuh untuk memberikan izin kapal berlayar pada pelabuhan terakhir kapal sandar. Kemudian Biro Klasifikasi turut serta melakukan pengecekan secara teknis bagaimana kondisi kapal terutama tentang faktor-faktor yang akan menimbulkan kebakaran pada kapal tersebut. Pemilik kapal pun punya andil dalam hal ini jangan hanya mementingkan profit semata namun, keselamatan para ABK dan penumpang seharusnya turut menjadi perhatian.
Secara teori faktor terjadinya kebakaran pada kapal disebabkan oleh konsep sederhana tentang segitiga api. Yakni skema sederhana dalam memahami elemen-elemen utama penyebab terjadinya sebuah api / kebakaran. Bentuk segitiga yang mempunyai tiga sisi menggambarkan bahwa sebuah api / kebakaran dalam proses terjadinya membutuhkan tiga unsur utama, yaitu : panas, bahan bakar dan agen oksidator (biasanya oksigen). Tanpa panas yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat dimulai dan apabila sudah terjadi, kebakaran tersebut tidak dapat berlanjut. Panas dapat dihilangkan dengan penggunaan zat yang dapat mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk memungkinkan terjadinya sebuah api / kebakaran. Salah satu zat yang sering dihunakan adalah air, yaitu zat yang membutuhkan panas untuk merubah fasenya dari fase cair menjadi fase gas / uap. Unsur yang kedua adalah bahan bakar. Sebuah api / kebakaran akan berhenti tanpa adanya kehadiran bahan bakar. Bahan bakar dapat dihilangkan secara alami, seperti sebuah kebakaran yang mengonsumsi seluruh bahan bakar atau secara manual dengan proses mekanis atau kimiawi menghilangkan bahan bakar dari sebuah api / kebakaran. Unsur yang ketiga adalah agen oksidator yang pada umumnya adalah zat oksigen. Tanpa adanya oksigen yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat tersulut dan tidak dapat berlanjut apabila itu sudah terlanjur terjadi.
Tentunya pembahasa secara khusus tentang bagaimana kapal dapat terbakar harus dilakukan kajian mendalam oleh para ahli perkapalan di indonesia. Peran dari universitas mampu mengkaji kejadi ini untuk dijadikan sebagai referensi dalam studi kasus. Hal tersebut dilakukan demi upaya meningkatkan perbaikkan kondisi perkapalan Indonesia. Syahbandar, Biro Klasifikasi dan Owner sebagai pemegang kebijakkan dan regulasi harus turut serta terus melakukan evaluasi mendalam terhadap berbagai kejadian kebakaran kapal yang sering terjadi di indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan kejayaan indonesia dalam sektor maritim.
Salam Cinta untuk maritim Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H