MEMAHAMI EKSISTENSI ANAK
Oleh: Ahkam Jayadi
Indonesia adalah Negara, provinsi, kabupaten dan kota dengan seribu satu problematikanya. Mulai problematika yang terkait dengan pemerintahannya, masyarakatnya, sarana dan prasarana kehidupannya. Mulai dari masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama, hingga berbagai masalah lanjutannya. Sayangnya hingga kini masalah dasar yang terkait dengan hal-hal tesebut belum juga terselesaikan dan terwujud secara baik hingga sekarang. Terlebih lagi hal tersebut tidak di dukung oleh kultur masyarakat yang saling cinta mencintai dan saling menghormati dan menghargai sau sama lain, akan tetapi masyarakat yang hidup dengan kultur, "aku" yang semakin tajam dan memalukan.
Berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya sudah selesai akan tetapi hingga sekarang belum juga selesai. Sebagai akibatnya kita senantiasa masih sibuk menyelesaikan masalah-masalah dasar dalam kehidupan bernegara di banding dengan meningkatkan dan mewujudkan sisi kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjadi amanah Konstitusi Undang Undang Dasar 1945.
Demikian halnya bila kita berbicara tentang anak-anak dengan segala problematikanya. Betapa kita sangat sayangkan dan khawatir jika hingga kini kita masih di suguhi pemberitaan tentang kejahatan seksual yang di amalami oleh anak-anak kita. Anak-anak yang kemudian dijadikan pengemis dan tidak sekolah bahkan sudah terjebak dalam prostitusi anak dan sebagainya.
Pasal 1 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan tentang pengertian anak adalah: 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Konsep anak terlepas dari statusnya sebagai anak-anak maka yang harus selalu kita ingat bahwa dia juga adalah, "manusia", dengan segala hak-hak dan kewajibannya untuk dihormati dan ditegakkan, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup masyarakat. Sebagai manusia dia adalah hamba Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan agama dan lingkungan yang agamis menjadi niscaya adanya.
Sebagai hamba Tuhan maka di dalam ajaran Agama Islam di jelaskan di dalam Hadits Nabi Muhammad SAW bahwa: "Setiap anak yang dilahirkan itu lahir dalam keadaan fitrah (suci bersih), maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia sebagai orang-orang yang akan menentang Tuhan" (HR, Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian pembicaraan tentang anak-anak dengan segala masalahnya (termasuk pembicaraan tentang Kota Layak Anak atau Ramah Anak) kita harus mengkajinya secara sistemik, tidak bisa sepenggal-sepenggal. Pembicaraan harus terkait dengan sisi fisik dan non fisiknya, sisi jasmani dan sisi rohaniahnya.
Untuk itu pembicaraan tentang anak-anak apa pun itu harus kita mulai dari sisi orang tuanya atau ayah dan ibunya. Sebelum seorang pria dan seorang perempuan menikah dan berharap melahirkan anak-anak yang sehat, cerdas dan pintar, maka tentu saja keduanya (sebagai calon ayah dan calon ibu) yang harus memiliki kualitas kesehatan fisik dan non fisik yang harus sehat dan berkualitas. Makanya dalam kultur Jawa sangat di tuntut agar dalam mencari pasangan hidup memperhatikan: bebet, bibit dan bobot. Dalam ajaran Agama Islam yang harus di perhatikan adalah: kekayaan, kecantikan dan keturunan serta agamanya.
Untuk mewujudkan Kota, Kabupaten yang layak dan ramah anak, maka yang terlebih dahulu harus baik konstruksinya adalah lingkungan keluarga. Dari lingkungan keluarga yang baik pada akhirnya akan melahirkan atau akan membentuk lingkungan masyarakat yang baik dan sehat yang akan menjadi wilayah yang sehat yang akan menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya kehidupana anak-anak kita hingga dewasa dan akhirnya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang menjadi tuntutan zaman yang hidup dalam budaya ChatGpt dengan Artificial Intelligences.