Lihat ke Halaman Asli

Pak Presiden yang Kami Hormati

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Bapak Presiden yg kami hormati,
Bahagia rasanya punya pimimpin yg langsing seperti Bapak. Minimal itu adalah representasi dari rakyat yg terbiasa tirakat seperti kami. Puluhan tahun kami punya presiden buncit, yg secara tidak langsung itu cukup menyinggung perasaan. Tak perlulah muluk-muluk bicara korupsi atau aset negara yg habis dirampas bangsa asing, cukup dg melihat perut presiden saja rasanya sakit perasaan ini.
Bapak Presiden yg kami hormati,
Kami ini tidak pernah habis berharap. Sekian kali pergantian pemimpin, kami selalu berprasangka akan ada kebaikan dan kemudahan hidup. Meskipun pada akhirnya hanya kekecewaan yg berlarut-larut. Pun begitu saat Bapak terpilih jadi Presiden kemarin, harapan kami tetap sama. Semoga kali ini keadaan membaik. Meski pada akhirnya ternyata kami salah besar. Jauh panggang dari api. "Kado kenaikan BBM", hadiah seorang Presiden yg baru saja terpilih kepada rakyatnya, sungguh membuat kami megap-megap.
Bapak Presiden yg kami hormati,
Harga Cabe Rp 80 ribu pak. Ini gila. Kami ini rakyat terbiasa tirakat, tak peduli berapapun kenaikan harga daging sapi, sebab sejak dulu daging tak pernah terjangkau oleh kami. Tapi sambal pak, sambal adalah satu-satunya hiburan yg kami miliki. Jangan rampas kenikmatan sambal dari kami dg kebijakan Bapak. Kemudian jengkol Pak, sama gilanya dengan harga cabe. Habislah semua hiburan.
Bapak Presiden yg kami hormati,
Saya melihat seorang nenek sekarat, antri uang kompensasi Rp 200 ribu di kantor pos Rengasdengklok Kabupaten Karawang. Berdesakan dangan ratusan pengantri lain, sejak jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Menurut Bapak kebijakan ini memuliakan atau malah menghinakan rakyat.
Bapak Presiden yg kami hormati,
Kami berdoa semoga dibawah kepemimpinan Bapak, Periode ini tidak menjadi jaman yang paling asu dalam sejarah negeri ini. Karena kami sudah sangat bosan dengan pemerintahan asu sebelumnya. Percayalah kami tidak akan kudeta Pak. Untuk apa kudeta, kalo pada akhirnya nanti yg jadi presiden Pak RT sebelah rumah saya. Sama dengan Bapak, orang Solo, pengusaha juga. Saya khawatir kalo dia jadi Presiden, seluruh wilayah Indonesa dijadikan lahan parkiran. Gawat.
Bapak Presiden yg kami hormati,
"Wes, aku ora opo-opo," terserahlah. Sebab sesungguhnya hanya pada Tuhan kami berharap. Tidak ada yg tahu "sirrul ilmi" milik-NYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline