Lihat ke Halaman Asli

Pupuk Bersubsidi, antara Beban Negara dan Target Swasembada Pangan

Diperbarui: 29 Januari 2024   20:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu pembahasan hangat khususnya dalam bidang pangan/pertanian adalah berita mengenai kelangkaan pupuk bersubsidi. Nah benarkah pupuk bersubsidi langka atau memang hanya isu belaka? Mari kita bahas fakta yang ditemukan penulis pribadi yang berprofesi sebagai penyuluh pertanian/petugas e rdkk pupuk bersubsidi di salah satu wilayah di kalimantan.

Pupuk merupakan salah satu unsur penting dalam produksi pertanian khususnya pada tanaman padi, pupuk berperan penting dalam memenuhi nutrisi bagi tanaman sehingga bisa berproduksi dengan optimal. Secara umum petani di Indonesia saat ini masih sangat ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi, dimana sebagian petani  padi merupakan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah. Saat ini jenis pupuk yang disubsidi hanya terdiri dari 2 jenis yakni Urea dan NPK. Hal ini berbeda dibandingan tahun 2022 dimana masih ada pupuk Organik dan SP 36. 

Berdasarkan data anggaran pupuk bersubsidi juga semakin turun dari tahun ke tahun. Sejak 2019, tren belanja subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023.  Pada tahun 2024 ini anggaran pupuk naik menjadi 26 triliun. Namun meskipun anggaran naik justru alokasi pupuk malah berkurang, hal tersebut terjadi karena harga bahan baku pupuk  yang sebagian besar impor mengalami lonjakan yang cukup signifikan.

Jika melihat fakta dilapangan sesuai data RDKK kelompok tani juga terdapat perbedaan yang sangat mencolok dalam hal jatah pupuk tiap petani perluasan lahan, kalau tahun 2023 kemarin dalam 1 ha lahan petani masih bisa mendapatkan 200-250 kg urea dan 150 NPK. Namun untuk tahun ini rata -rata 1 ha lahan hanya mendapatkan jatah sekitar 100 kg urea dan kurang dari 100kg NPK.

Dari data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi saat ini cukup membuat kekhawatiran tersendiri bagi petani,dimana saat mereka membutuhkan pupuk untuk peningkatan produksi namun alokasi pupuk tidak sesuai dengan kebutuhan dosis tanaman. Hal tersebut tentunya berpengaruh terhadap target peningkatan produksi. Memang bagi petani yang ekonominya mapan masih bisa membeli pupuk non subsidi, tetapi fakta sebagian besar petani masih sangat berharap bantuan dan perhatian dari pemerintah, jangan sampai anggaran pupuk subsidi lebih kecil dibandingkan subsidi mobil/motor listrik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline